Rabu, 31 Maret 2010

Ma'afkanlah

Memang, bukan berarti segala-galanya
Dan bukan pula satu-satunya
Melainkan banyak sekali gadis cantik jelita
Baik di desa ...  maupun di kota ...
Namun, yang ada di dalam hati hamba
Hanyalah dirimu seorang, tiada duanya

Wahai Gadis Ayu ...!
Masih adakah tempat di hatimu untuk aku ...?
Masih adakah benih-benih cintamu untuk diriku ...?
Walau hanya satu per seribu ...?

Kalau memang tidak ada cinta  ...
Biarlah ... tak mengapa ...
Yang penting ... maafkanlah diriku ...
Karena Aku tak mampu melupakan dirimu.

Selasa, 30 Maret 2010

Sebagai Ujian


Tidak ada suruhan melainkan sebagai ujian
Tidak ada larangan melainkan sebagai ujian
Berarti, suruhan dan larangan...
hakekatnya adalah hanya sebagai ujian

Demikianlah. Sehingga ...
Berbahagialah bagi orang yang melaksanakan suruhan,
semata-mata karena mengharap ridlo Tuhan
Dan berbahagialah bagi mereka yang menjauhi larangan,
semata-mata karena mencari ridlo Tuhan

Oleh karena itu, katakanlah :
“Sesungguhnya ... sholatku ...ibadahku ...
hidupku ..., dan matiku ...
Hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”

Tersenyumlah

Tidak ada kebahagiaan tanpa penderitaan
Tidak ada penderitaan tanpa kebahagiaan
Derita dan bahagia datang silih berganti
Bagaikan pergantian siang dan malam

Oleh karena itu .....
Tersenyumlah ...
Tetaplah tersenyum dan tersenyum ....
Baik pada saat bahagia maupun menderita ...
Supaya semangat hidup selalu menggelora ...
Demi meraih cita-cita suci lagi mulia ...
Dunia akherat hidup bahagia ...
Atas ridlo Tuhan Yang Maha Esa

Senin, 29 Maret 2010

Menuju Islamisasi Paradigma Sains Posmodern 2

Oleh karena itu, sebagian ilmuwan Muslim kontemporer yang berpikir Newtonian enggan menerima filsafat Islam tradisional yang tak lain dari adaptasi logika dan metafisika substansialistik Arestoteles yang lebih menekankan substansi daripada proses, atribut daripada relasi. Adanya pengingkaran filsafat Islam tradiional oleh para ilmuwan Muslim kontemporer tentunya bukan berarti mereka menjadi kafir dan ateis. Soalnya, beriman pada eksistensi Tuhan dan kitab suci-Nya bukanlah sesuatu yang harus dibuktikan secara logis dengan sebuah teori, melainkan sebuah postulat etis yang harus dibuktikan melalui praktik sehari-hari. Rasanya kita harus menghargai religiusitas mereka yang mirip-mirip pandangan Protestantisme di kalangan ummat Nasrani ini.

Revisi Fisika Modern terhadap Paradigma Newtonian

Namun, saya kira pandangan Newtonian klasik itu di awal abad ke-20 yang lalu mengalami sejumlah revisi radikal. Pertama oleh teori relativitas Enstein (khusus dan umum), lalu oleh teori kuantum. Teori relativitas khusus membongkar absolutisme ruang dan waktu Newtonian, seperti halnya teori Newton membongkar absolutisme diam dan gerak Arestotelian. Dengan teori relativitas khusus, kita tidak lagi melihat ruang sebagai wadah kosong yang berisi benda-benda, tetapi sebagai relasi antarbenda. Sedangkan teori relativitas umum menjadikan gaya gravitasi antarbenda sebagai manifestasi lengkungan pada ruang. Dengan demikian, ruang datar Euklideian tak berhingga dan terbuka yang dianggap mutlak oleh Newton telah digantikan ruang lengkung Riemannian yang berhingga dan tertutup.

Begitu pula teori relativitas telah menunjukkan bahwa materi tak lain dari sebuah bentuk energi, sedangkan energi itu tak lain dari kuantitas tetap dalam sebuah proses fisika. Energi gerak sebuah proses berasal dari energi yang tersimpan dalam benda-benda sebagai energi potensial. Energi potensial gravitasi adalah satu di antara banyak bentuk simpanan energi fundamental. Bentuk energi potensial lain adalah energi ikatan elektromagnetik dalam atom dan molekul. Bentuk lainnya adalah energi ikatan nuklir yang tersimpan dalam inti atom dan bagian-bagiannya berupa partikel proton dan netron serta medan meson pengikat mereka. Bentuk lainnya lagi tersimpan dalam energi nuklir lemah dalam netron sehingga partikel ini berpotensi meluruh menjadi proton dan elektron sehingga terjadi transmutasi inti.

Dalam persepektif baru ini, setiap proses fisika tak lain dari redistribusi bentuk energi. Ada dua bentuk transformasi energi fundamental. Yang pertama yang kita kenal sebagi gerak materi dan yang kedua adalah apa yang kita kenal sebagai penjalaran gelombang. Dalam gerak materi, energinya terpusat di sekitar suatu titik, sedangkan pada gelombang, energi tersebar di seluruh ruang. Dalam hal pertama, sistem fisik yang mengalaminya disebut sebuah partikel materi. Dalam hal kedua, sistem fisik yang mengalaminya disebut medan energi, seperti medan gravitasi dan medan listrik magnet. Gambaran untuk yang pertama adalah butir-butir pasir, sedangkan gambaran untuk yang kedua adalah lautan air.

Dalam pandangan klasik Newtonian, sistem fisik fundamental hanya bisa memiliki salah satu bentuk, yaitu partikel materi yang terpusat pada satu titik atau berbentuk gelombang medan energi yang memengaruhi seluruh ruang. Sebenarnya, Newton sendiri menganggap cahaya sebagai butiran-butiran yang disebutnya korpuskel. Dalam hal ini, dia menantang Huyghens yang berpandangan bahwa cahaya itu adalah gelombang bagaikan bunyi. Nyatanya kemudian fakta-fakta eksperimen tentang interferensi dan difraksi membuktikan bahwa Huyghenslah yang benar.

Namun, pandangan materialistik yang dominan waktu itu menuntut adanya medium materi untuk semua gelombang: karena itulah dihipotesikan adanya eter materi sangat halus yang memenuhi seluruh ruang. Hipotesis ini sesuai juga dengan pandangan Newton yang menganggap bahwa eter yang membawa gaya gravitasi antara benda-benda. Soalnya, dalam pandangan umum pada waktu itu tak mungkin diterima pendapat bahwa ada suatu benda memengaruhi benda lain tanpa adanya kontak. Ini adalah sisa-sisa fisika Arestoteles yang menafikan adanya vakum alias kekosongan.

Ketika Maxwell mengajukan teori bahwa cahaya itu tak lain dari gelombang elektromagnetik yang kemudian dibuktikan secara eksperimen oleh Hertz, teori eter merupakan penjelasan umum bagi semua gelombang elektromagnetik. Dengan demikian, sampai akhir hidupnya, paradigma Newtonian masih mewarisi konsep plenum, ketiadaan vakum, dalam ruang. Bedanya: fisika Newtonian memostulatkan adanya ruang yang tak berhingga atau tak terbatas, sedangkan ruang dalam fisika Arestoteles berhingga atau terbatas. Bagaimanapun, kedua ruang itu sama-sama dipenuhi oleh eter.

Namun, percobaan Michelson Morley, yang mengukur kecepatan cahaya, kemudian membuktikan kecepatan cahaya konstan sekaligus membuktikan bahwa cahaya sebenarnya tak ada. Padahal, kaum spiritualis sebelumnya memostulatkan eter sebagai substansi ruh atau jiwa seluruh makhluk hidup. Bahkan sebagian lagi mengatakan bahwa eter adalah ruh atau jiwa semesta alias Tuhan yang memenuhi seluruh ruang alam semesta. Jadi, pandangan monoteistik yang menjadi pasangan logis bagi fisika Arestoteles, telah digantikan oleh pandangan panteistik ala Spinoza bagi yang ingin menafsirkan fisika Newton secara teologis. Pandangan ini disindir sebagai pandangan "Ghost in the Machine". Tuhan ibarat hantu dalam mesin semesta dan Enstein telah mengusrnya dari mesin itu.

Sementara itu, eksperimen-eksperimen lain di paruh pertama abad ke-20, menunjukkan bahwa cahaya ternyata mempuyai karakteristik partikel, sedangkan elektron dan partikel-partikel elementer lainnya mempunyai karakteristik gelombang. Padahal, dalam paradigma Newtonian kedua karakteristik itu bertentangan satu sama lainnya. Dalam hal ini, sekali lagi tampak paradigma Newtonian masih mewarisi logika Arestoteles yang secara empiris dibuktikan tidak berlaku umum. Oleh karena itu, diperlukan sebuah teor lain, yaitu teori kuantum yang ditemukan secara independen oleh Schrodinger, Heisenberg, dan Dirac. Yang mengejutkan, kali ini asumsi determinisme yang merupakan paradigma Newtonis harus dibuang. (Bersambung ke :  Menuju Islamisasi Paradigma Sains Posmodern 3 )

Sabtu, 27 Maret 2010

Menuju Islamisasi Paradigma Sains Posmodern 1

Sedikitnya ada dua alasan pokok yang menyebabkan filsafat Aristotelian dan derivasinya - termasuk filsafat islam tradisional - tidak bisa diterima oleh para ilmuan modern setelah Newton. Yang pertama, fisika Aristotelian yang menganggap benda-benda pada dasarnya diam karena itu memerlukan gaya sebagai penggerak dari luar yang mendorong dan menarik. Yang kedua, konsep metafisika Tuhan sebagai Prima Causa alias Penyebab Pertama yang merupakan konsekuensi logis dari konsep fisikanya.

Asumsi fisika Aristotelian tentang gerak adalah berdasarkan pengalaman langsung sehari-hari. Namun, Galileo - yang diikuti Newton - membalik visi dasar yang menyesatkan itu. Menurut dia, benda itu pada dasarnya bergerak lurus dengan kecepatan tetap. Diam dan gerak adalah hal yang relatif. Gaya bukanlah penyebab gerak, melainkan penyebab perubahan-kecepatan, berupa percepatan, perlambatan, atau pembelokan. Gaya tak perlu dicari di luar alam semesta karena bersumber pada eksistensi benda-benda lain. Setiap benda, bergerak atau diam, memengaruhi atau saling memengaruhi gerak benda lain dalam bentuk gaya-gaya mekanik. Inilah pandangan mekanistik Newtonian.

Metafisika Aristoteles adalah perluasan logis dari fisikanya. Dalam pandangan fisika Aristotelian, karena tak mungkin ada gerakan tanpa digerakkan melalui sentuhan, maka dikonsepsikan adanya entelechy untuk makhluk hidup, nous untuk bintang-bintang dan Prima Causa untuk alam semesta pada keseluruhan. Semua itu bekerja pada eter yang pada gilirannya bekerja pada benda-benda membentuk rantai sebab penyebab gerak yang berujung pada sebuah Penyebab Pertama yang tidak bergerak. Oleh filosof Masysya'iyyah di kalangan Islam, seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, Penggerak Pertama itu pun diidentifikasikan dengan Tuhan yang disebut dalam kitab suci. Inilah yang dikenal sebagai bukti kosmologis tentang eksistensi Tuhan.

Ketika gerak dan diam diketahui  sebagai suatu yang relatif dan gaya disadari sebagai bukan penyebab gerak, melainkan hanya pengubah gerakan, maka tak diperlukan mata rantai yang berujung pada Penyebab Pertama. Jadi, Tuhan tak diperlukan lagi untuk menjelaskan semua gerak benda-benda di bumi dan di langit, seperti matahari, bulan, planet, dan bintang-bintang. Semua gerak benda tak memerlukan penggerak nonmaterial, yang disebut akal atau malaikat, untuk mengarahkan gerakannya. Begitulah, tak diperlukan lagi sebuah Prima Causa yang menggerakkan akal-akal itu. Dengan demikian, konsep-konsep imaterial tak perlu dilibatkan untuk menjelaskan gerak dan gejala alam yang material. Dengan perkataan lain, mekanika tidak mendukung pembuktian adanya Tuhan dengan argumen kosmologis.

Walaupun demikian, Isaac Newton sendiri adalah seorang relegius yang percaya akan adanya kekuasaan Tuhan, bahkan dalam edisi pertama buku Principia Mathematica Philosophiae Naturalis, ia menuliskan bahwa ruang fisik tiga dimensi adalah mutlak yang tak berhingga itu sebagai sensorium Tuhan. Namun, belakangan Pierre de Laplace menulis bukunya, Machaniques Celeste, tantang gerak benda-benda angkasa tanpa menyebutkan satu pun kata Tuhan atau sinonimnya sehingga mengherankan sang Emperor Napoleon Bonaparte. Napoleon bertanya mengapakah Tuan Laplace tidak menuliskan nama Yang Mahakuasa itu dalam bukunya. Sang fisikawan itu menjawab bahwa dia tidak memerlukan hipotesis seperti itu. Tampaknya jawaban Laplace itu kemudian menjadi jawaban standar bagi setiap kritik agamawan terhadap sains yang dituduh ateistik.

Mungkin saja fisika tidak membutuhkan dan tidak bisa membuktikan adanya Tuhan secara ilmiah. Namun, itu bukan berarti eksistensi Tuhan tidak bisa dibuktikan secara lain, secara filosofis misalnya. Bukti ontologis tentang adanya Tuhan adalah bukti populer yang juga dikenal dalam tradisi filsafat Islam. Begitu juga bukti teleologis. Bukti teleologis, bermula dengan menganalogikan alam dengan barang buatan manusia, seperti mesin. Karena dalam pandangan Newtonian alam adalah sebuah mesin raksasa, argumen teleologis mandapat dukungan, walaupun hanya merupakan analogi.

Bukti ontologis itu mulai dengan mengidentikkan konsep Tuhan dengan konsep Ada yang Niscaya (Wajib Al-Wujud). Ada yang Niscaya adalah sesuatu yang tidak mungkin dipikirkan tidak adanya. Cobalah pikirkan bahwa Ada itu tidak ada, pasti yang kita peroleh adalah kontradiksi ( x = bukan x ). Oleh karena itu, kebalikannyalah yang benar. Jadi, Ada Mutlak alias Wajib Al-Wujud itu ada. Namun, hal ini hanya membuktikan sebuah tautologi Ada itu ada ( A = A ) yang semua orang juga tahu. Kesalahan terbesar bukti ontologis adalah membuat pengubahan jenis kata: dari kata keadaan menjadi kata sifat dan akhirnya menjadi kata benda abstrak yang dimutlakkan, yaitu Ada alias Wujud.

Kata wujud ini dalam bahasa Arab adalah satu kata yang digunakan untuk menerjemahkan kata ontos dalam bahasa Yunani. Kata ini adalah kata yang dibuatkan kata padanannya dalam bahasa Arab ketika menerjemahkan literatur filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab di abad ke-2 Hijriyah, lalu dijadikan kata sifat bagi Allah, sebuah kata sifat yang tak dikenal dalam Al-Qur'an. Sebagai akibatnya, timbullah perdebatan ilmu kalam tentang sama tidaknya antara dzat dan sifat, perdebatan mistis tasawuf antara wahdah al-wujud dan wahdah al-syuhud, perdebatan filosofis antara ashalah al-wujud dan ashalah mahiyyah. Bagi banyak ilmuwan modern Muslim kontemporer, perdebatan itu adalah perdebatan tentang kata-kata yang sama sekali tidak relevan, baik bagi sains maupun agama. (Bersambung ke: Menuju Islamisasi Paradigma Sains Posmodern 2 )

Rabu, 17 Maret 2010

Bilakah Cinta Akan Bersemi

Bila musim gugur tiba ….
Bila musim panas menggantikan musim sebelumnya
Bila musim dingin datang silih berganti
Bila musim semi membawa berita gembira bagi petani

Maka ….
Semua musim-musim itu tiada guna bagi diriku ..
Tiada arti bagi hidupku ….
Karena sesungguhnya ….
Yang ku tunggu adalah musim cinta bersemi ...
Cinta suci dan cinta sejati …..

Tapi, kapankah musim itu akan tiba ….?
Bilakah musim cinta bersemi itu akan datang …?
Oo …. yang tahu jawabannya hanyalah dirimu …
Hanya dirimu seorang …..

Dan ….
Diriku akan selalu menunggu …
Tetap menanti sepanjang hidupku ….
Dengan bersabar dan tawakkal kepada-Nya
Insya Allah.

Selasa, 16 Maret 2010

Biarlah Dua Hati Tetap Menyatu

Bila ada rembulan di malam hari …
Bila ada mawar di musim semi
Bila senyumku tak mampu kau lukiskan
Bila wajahku tak mampu kau pandang
Bila tatapku hanya bayang-bayang
Bila syairku jauh di sini

Biarlah dua hati tetap menyatu
Biarlah dua hati saling bercumbu
Biarlah dua hati saling merayu
Biarlah dua hati saling merindu

Apalah arti kita saling bertemu
Bila dua hati tak pernah menyatu
Bila dua hati tak pernah saling bercumbu
Bila dua hati tak pernah saling merayu
Bila dua hati tak pernah saling merindu