Selasa, 27 Oktober 2009

TAKE and GIVE (Bagian 1)

Take and Give, adalah salah satu perinsip dalam kehidupan berumah tangga. Yaitu antara seorang suami dengan seorang isteri.  Dimana kalimat "take and give" ini, mengandung makna saling memberi dan menerima, baik yang bersifat/berbentuk materi maupun non materi. Apabila perinsip tersebut dipegang teguh oleh kedua belah pihak, maka Insya Allah, kehidupan sebuah rumah tangga akan berjalan dengan baik dan penuh bahagia. Saling pengertian dan se-ia se-kata dalam setiap langkah  untuk  mewujudkan rumah tangga yang harmonis, sakinah, mawaddah warahmah. Sebaliknya, jika salah satu pihak ada yang mengabaikan perinsip-perinsip tersebut, maka tidaklah mustahil bila ada pihak lain yang merasa dirugikan, baik secara moral maupun materil. Oleh karena itu, baik suami maupun isteri hendaklah memahami makna "Take and Give"  ini dan kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehar-hari.
Secara garis besarnya, ada dua kemungkinan di dalam kehidupan sebuah rumah tangga bila ditinjau dari segi ekonomi, yaitu : Kuffu (berimbang) dan Tidak Kuffu (tidak berimbang). Berimbang (kuffu), yaitu kedua belah pihak memiliki harta kekayaan yang setara atau sederajat, misalnya golongan ekonomi kelas bawah + kelas bawah;; kelas menengah + kelas menengah; dan ekonomi kelas atas + kelas atas. Tidak berimbang (tidak kuffu), yaitu  salah satu pihak memiliki harta kekayaan yang lebih tinggi dari yang lainnya, misalnya : kelas menengah + kelas bawah; kelas atas + kelas bawah; kelas atas + kelas menengah.
Oleh karena adanya kemungkinan-kemungkinan semacam itulah, maka pemahaman kita terhadap perinsip kehidupan berumah tangga perlu dipertajam dan diperjeles supaya kita pandai berterima kasih pada saat menerima dan merasa beruntung pada saat memberi. Berterima kasih pada saat menerima pemberian adalah sangat mudah diucapkan dan tidak sulit untuk dilakukan. Sedangkan merasa beruntung pada saat memberi adalah sangat sulit untuk diwujudkan, kecuali oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah Azza Wa Jalla. Oleh karena itu, kita perlu menelaah kembali firman Allah Azza Wa Jalla, dalam surat Al Baqarah ayat 221, bilamana kita hendak menjalin hubungan hidup berumah tangga (nikah) dengan seseorang, yaitu yang artinya : "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang beriman adalah lebih baik dari pada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min adalah lebih baik dari pada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya.Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran". (QS.Al Baqarah: 221).
Pertanyaannya adalah mengapa hanya orang-orang yang beriman dan bertakwa saja yang akan merasa beruntung pada saat memberi? Nah, itulah pertanyaan mendasar yang perlu kita cari jawabannya, supaya hati kita selalu  tenteram, tenang dan merasa beruntung pada saat kita memberikan sesuatu kepada orang lain (suami atau isteri). Namun, sebelumnya mari kita lihat terlebih dahulu kemungkinan-kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan perkembangan ekonomi kita pada saat kita membangun sebuah rumah tangga. Dalam hal ini ada tiga kemungkinan, yaitu : menurun, tetap, dan meningkat dari sebelumnya. Tiga kemungkinan ini bisa saja terjadi pada salah satu pihak bahkan tidaklah mustahil bila akan dialami oleh keduanya,  baik suami maupun isteri. Sehingga kemungkinan-kemungkinannya adalah sebagai berikut: Suami/meningkat + Isteri/meningkat; Suami/meningkat + isteri/tetap; suami/meningkat + isteri/menurun; Suami/tetap + isteri/meningkat; suami/tetap + isteri/tetap; suami/tetap + isteri/menurun; Suami/menurun + isteri/meningkat; suami/menurun + isteri/tetap; suami/menurun + isteri/menurun.
Itulah kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada diri kita, baik kita sebagai seorang suami maupun sebagai seorang isteri. Mengapa demikian? Karena, sesungguhnya setiap manusia itu, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk menjadi orang kaya sekaligus menjadi orang miskin. Sehingga dalam kehidupan sebuah rumah tangga  sangat mungkin terjadi suaminya orang kaya sementara isterinya miskin atau sebalikanya, yaitu suaminya miskin sedangkan isterinya kaya raya. Dalam kondisi semacam inilah kita perlu memahami pengertian saling memberi dan menerima (Take and Give) suapaya pengorbanan kita, baik kita sebagai seorang suami maupun sebagai seorang isteri, tidak sia-sia. Dan terutama sekali adalah supaya hati kita merasa beruntung pada saat memberi.
Memang,  kedengarannya aneh dan tidak masuk akal, mana mungkin ada, orang memberi merasa beruntung? Betul....!!!. Namun, hendaklah diketahui bahwa apa yang saya katakan tadi, sebenarnya adalah masuk akal, dalam arti bahwa kita akan merasa beruntung bilamana ada sesuatu yang menguntungkan  Sekarang bagaimanakah caranya supaya masuk akal, sehingga hati kita merasa beruntung pada saat kita memberikan sesuatu kepada orang lain? Untuk itu marilah kita gambarkan tentang pemahaman atau jawaban akal kita terhadap beberapa pertanyaan misalnya : 10 - 1 = ?, 10-2=?, 10-3=? dan seterusnya. Bilangan angka sepuluh (10) adalah gambaran tentang jumlah harta kekayaan kita sedangkan angka 1, 2, 3, dst. adalah jumlah harta kita yang  kita berikan kepada orang lain,  misalnya kepada seorang isteri, suami maupun kepada yang lainnya. Nah, supaya mudah  dipahami, maka baiklah kita klasifikasikan akal kita menjadi dua macam, yaitu : Akal Pertama dan Akal Kedua. Kemudian, perhatikan jawaban  kedua akal ini berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan  di atas. Akal Pertama akan menjawab atau mengatakan bahwa : 10 - 1 = 9, sedangkan Akal Kedua mengatakan bahwa : 10 - 1 =  9 + 1 + 700 =  710. Kemudian, Akal Pertama mengatakan bahwa : 10 - 2 = 8, sedangkan Akal Kedua mengatakan bahwa : 10 - 2 =  8 + 2 + 1.400 = 1.410  Selanjutnya, Akal Pertama mengatakan bahwa : 10 - 3 = 7,  sedangkan Akal Kedua mengatakan bahwa : 10 - 3 = 7 + 3 + 2.100 = 2.110. Dan misalnya lagi 10 - 9 =Berapa? . Maka,  Akal Pertama akan menjawab bahwa 10 - 9 = 1, sedangkan Akal Kedua menjawab bahwa 10 - 9 =  1 + 9 + 6.300 = 6.310.
Dari uraian tersebut terlihat dengan jelas bahwa Akal pertama selalu memberi jawaban negatif (-) atau berkurang, yaitu 10-1=9, 10-2=8, 10-3=7, dan seterusnya, sedangkan Akal kedua selalu memberi jawaban positif (+), yaitu : 10-1=9+1+... = ...., 10-2=8+2+....=.... , 10-3=7+3+....=....., ..., 10-9=1+9+....=....., bahkan dilipat gandakan dengan menambahkan bilangan : 700, 1.400, 2.100, ..., 6.300, sebagaimana terlihat di atas.  Di mana bilangan-bilangan tersebut adalah merupakan hasil perkalian (x) dari bilangan 700 dengan bilangan 1, 2, 3, dst. Yaitu : 1 x 700 = 700, 2 x 700 = 1.400,  3 x 700 = 2.100,   .... 9 x 700 = 6.300. Sedangkan bilangan 700  ini adalah berasal dari bilangan 7 x 100,  sebagaimana yang diisyaratkan dalam firman  Allah Azza Wa Jalla, surat Al Baqarah ayat 261, yang artinya : " Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah) adalah serupa dengan sebutir benih  yang menumbuhkan tujuh (7) bulir; pada tia-tiap bulir seratus (100) biji....." (QS. Al Baqarah : 261). Berarti :  7 x 100 = 700.
Dengan demikian, Akal Kedua menganggap dirinya selalu beruntung, tidak pernah merasa rugi, bahkan merasa senang dan gembira meskipun sebagian harta kekayaannya diberikan kepada orang lain, karena pada hakekatnya adalah tidak berkurang walau sedikit pun, yaitu: 10-1=9+1=10=tetap, atau 10-2=8+2=10=tetap, dan atau  10-9=1+9=10=tetap, bahkan bertambah dengan berlipat ganda sebagaimana telah kita lihat bersama.  Hal ini dapat kita umpamakan dengan seorang nasabah sebuah bank. Misalnya, seorang nasabah  mempunyai uang sebesar Rp. 10,- (sepuluh rupiah),  kemudian disimpan di bank dengan keuntungan  sebesar Rp. 700,- per 1 rupiah. Nah, apabila nasabah tadi menyimpan uangnya sebesar 1 atau 2 atau 3 atau 9 rupiah misalnya, maka secara keseluruhan jumlah uang  yang dimiliki oleh nasabah tadi adalah : Rp. 10 - 1 = 9 + 1 + 700 = Rp.710,- atau  Rp.10 - 2 = 8 + 2 + 1.400 = Rp. 1.410,-  atau  Rp. 10 - 3 = 7 + 3 + 2.100 = Rp. 2.110,-. atau Rp. 10 - 9 = 1 + 9 + 6.300 = Rp. 6.310,-  Sehingga, meskipun di dalam dompet seorang nasabah tadi hanya tersisa uang sebesar Rp. 1,- (satu rupiah) misalnya, namun oleh karena dia memiliki simpanan uang di bank dalam jumlah lebih dari cukup, maka dia tidak akan merasa susah, melainkan akan selalu senang dan gembira, bahkan akan merasa lebih beruntung bila dibandingkan dengan tidak menyimpan uangnya di bank. Atas dasar pemikiran semacam itulah, Akal Kedua mengganggap dirinya selalu beruntung dan merasa gembira pada saat memberi, sebagaimana kegembiraan seorang nasabah pada saat menyetor atau menambah uang tabungannya. Sekarang, mungkinkah kita akan memperoleh imbalan atau keuntungan yang berlipat ganda, misalnya sebesar Rp. 700,- per 1 rupiah? Jawabannya : Mungkin sekali, bahkan lebih dari itu pun bukanlah sesuatu yang mustahil. Contohnya adalah seorang penumpang pesawat terbang yang mengalami musibah atau kecelakaan. Dimana  hanya dengan membayar premi asuransi sejumlah puluhan atau ratusan ribu rupiah, dia akan menerima santunan sebesar puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Marilah kita bandingkan jawaban Akal Kedua terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagaimana tersebut di atas dengan saldo yang di miliki oleh seorang nasabah bank tadi. Apakah ada perbedaan atau mungkinkah justeru sama persis, tidak kurang dan juga tidak lebih?  Baiklah ....! Kita bandingkan: Jawaban Akal Kedua : 10 - 1 = 9 + 1 + 700 = 710, sedangkan saldo Nasabah adalah : 10 - 1 = 9 + 1 + 700 = Rp. 710,- (sama persis). Kemudian, jawaban Akal Kedua : 10 - 2 = 8 + 2 + 1.400 = 1.410, sedangkan saldo Nasabah adalah : 10 - 2 = 8 + 2 + 1.400 = Rp. 1.410,-.(sama persis). Kemudian, jawaban Akal Kedua : 10 - 3 = 7 + 3 + 2.100 = 2.110, sedangkan saldo Nasabah adalah : 10 - 3 = 7 + 3 + 2.100 = Rp. 2.110,- (sama persis). Yang terakhir, jawaban Akal Kedua : 10 - 9 = 1 + 9 + 6.300 = 6.310, sdangkan saldo Nasabah adalah : 10 - 9 = 1 + 9 + 6.300 = Rp. 6.310,- (sama persis). Nah, ternyata sama saja.  Dengan demikian tidaklah berlebihan dan tidak pula mengada-ada bila kita simpulkan bahwa jawaban Akal Kedua sebagaimana tersebut di atas adalah termasuk jawaban yang masuk akal. Sementara perbedaannya hanya terletak pada jenis tabungannya, yaitu Akal Kedua berupa tabungan akhirat, sedangkan seorang nasabah berupa tabungan dunia. Tabungan akhirat adalah lebih baik daripada tabungan dunia. Sehingga seorang ulama pernah mengatakan bahwa seandainya kehidupan dunia ini adalah bagaikan emas berlian sedangkan kehidupan akhirat adalah laksana tikar busuk, maka manusia wajib mencari tikar busuknya daripada emas berlian. Nah, bagaimana kalau seandainya di balik, yaitu misalnya kehidupan dunia adalah  bagaikan tikar busuk sedangkan kehidupan akhirat adalah laksana emas berlian? Tentulah akan lebih wajib  lagi bagi segenap ummat manusia yang berakal sehat. Karena, hidup di dunia adalah hanya sementara sedangkan hidup di akhirat adalah kekal abadi, selama-lamanya.
(Bersambung ke : TAKE and GIVE Bagian 2)

Tidak ada komentar: