Senin, 02 November 2009

TENTANG KEMATIAN

Mati itu indah, tapi menakutkan. Indah, bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Pencipta alam.  Menakutkan, bagi orang-orang yang tidak beriman kepada hari kemudian. Bagi orang-orang yang beriman, kematian adalah merupakan awwal dari segala kesenangan dan kebahagiaan, sekaligus sebagai akhir dari segala penderitaan dan kesengsaraan yang pernah dialaminya ketika hidup di dunia, dimana selama hidup di dunia itu mereka harus berhadapan dengan berbagai macam cobaan, ujian. dan tantangan. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak beriman, kematian adalah merupakan awwal dari segala penderitan dan kesengsaraan, sekaligus sebagai akhir dari segala kesenangan hidup di dunia  yang pernah dialami sepanjang hidupnya. Dimana selama hidup di dunia itu ..., mereka bergelimang dalam dosa, durhaka, dusta dan penuh kesombongan. seakan-akan mereka telah menguasai isi dunia yang fana ini. Bagaimana ketika malaikat maut datang menjemput mereka  ...???  Ooh....!!! Sungguh...!!! Orang-orang yang beriman akan menyambutnya dengan wajah berseri-seri  ... dan sebuah senyuman indah menawan ..., sedangkan orang-orang yang tidak beriman akan menghadapinya dengan penuh ketakutan ..., ngeri sekali. ..., sungguh ngeri sekali ... , sementara raut wajah mereka pun cemberut berwarna kehitam-hitaman karena menanggung sejuta penyesalan. .
Kematian adalah sebuah kepastian, tetapi kebanyakan manusia melupakan. Sehingga apabila kematian datang menjemput mereka, mereka pun merasa terkejut ...


(Bersambung)

Jumat, 30 Oktober 2009

TAKE and GIVE (Bagian 2)

Kemudian, apabila kita pahami sedikit lebih mendalam menganai faktor-faktor yang menjadikan seorang nasabah merasa aman dan nyaman, adalah bukan semata-mata karena hadiah atau keuntungan yang besar yang ia peroleh, melainkan juga karena adanya faktor keparcayaan nasabah itu sendiri terhadap pengelola sebuah bank  Sehingga apabila seorang nasabah tidak memiliki kepercayaan terhadap pengelola bank, tempat di mana ia menyimpan uangnya, maka bukannya ketenangan dan ketenteraman yang ia rasakan melainkan kecemasan dan kekhawatiranlah yang selalu menyelimuti hatinya dan mencekam pikirannya, sebab  dia  selalu khawatir uang miliknya tidak akan kembali. Dengan demikian, percaya adalah merupakan faktor utama untuk memperoleh ketentraman hati dan ketenangan jiwa dan  sekaligus merupakan faktor utama untuk  dapat melakukan sebuah tindakan (membuka rekening/menabung). Sedangkan tindakan adalah merupakan manifestasi dari sebuah kepercayaan  atau keyakinan yang dimiliki seseorang. Oleh karena itu, meskipun setiap hari datang ke kantor bank dan menyerahkan uangnya ke seorang kasir misalnya, maka dia  (nasabah) sama sekali tidak akan merasa rugi dan tidak pula merasa dirugikan, malah sebaliknya, yaitu sangat senang dan gembira karena bisa menabung setiap hari dan merasa beruntung karena akan memperoleh keuntungan yaitu berupa bunga yang berlipat ganda.
Begitu juga dengan seorang hamba Allah yang beriman dan bertakwa  kepada-Nya ketika melakukan kebajikan atau memberikan sebagian harta bendanya kepada orang lain, adalah bukan semata-mata kerena adanya janji-janji-Nya yang akan melipat gandakan pahala setiap amal kebajikan yang dilakukan oleh seorang hamba, melainkan lebih kerena adanya faktor kepercayaan atau keimanan dan keyakinan seorang hamba itu sendiri kepada Tuhannya, Dzat Yang Maha menepati janji, yaitu Allah Rabbul 'Izzati. Sehingga, meskipun setiap saat membagi-bagikan harta kekayaannya kepada orang lain, maka dia  (hamba Allah) sama sekali tidak akan pernah merasa susah, resah maupun gelisah, dan tidak pula merasa rugi ataupun dirugikan,  malah sebaliknya yaitu dia akan selalu merasa senang dan gembira dengan penuh ketulusan dan keikhlasan dan lapang dada serta merasa sangat beruntung, karena dapat menunaikan perintah-perintah-Nya.  Sebaliknya, apabila di dalam hati kita tidak ada rasa keimanan karena mungkin iman kita hanya baru sebatas ucapan atau mungkin juga iman kita masih terlalu tipis, maka bukannya ketenangan jiwa dan ketenteraman hati yang kita rasakan melainkan kegelisahan dan keresahanlah yang akan selalu menyertai diri kita,  yang akan menyelimuti hati kita, bahkan sangat mungkin akan timbul berbagai  macam keragu-raguan, kekhawatiran dan ketakutan yang sangat mendalam, yaitu misalnya takut miskin dan lain sebagainya. Padahal timbulnya rasa kekhawatiran itu  adalah berasal dari musuh kita sendiri, yaitu syaitan, yang selalu menghembuskan bisikan-bisikannya ke dalam dada/hati kita, agar supaya kita berbuat jahat dan munkar. Na'uudzu Billaahi Min Dzaalik. Oleh karena itulah saya mengatakan bahwa "Berterima kasih pada saat menerima pemberian adalah sangat mudah diucapkan dan tidak sulit untuk dilakukan. Sedangkan merasa beruntung pada saat memberi adalah sangat sulit untuk diwujudkan, kecuali oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah Azza Wa Jalla.
Jadi, dengan cara mengambil i'tibar dari seorang nasabah sebuah bank itulah kita akan memperoleh pengetahuan dan pengertian serta pemahaman tentang berbagai macam masalah yang berkaitan dengan ibadah amaliah kita ketika hidup di alam dunia ini. Baik ibadah amaliah dhohiriyah maupun ibadah amaliah batiniyyah, khususnya yang berkenaan dengan  masalah perinsip-perinsip kehidupan berumah tangga, yaitu Take and Give. Sehingga, apabila kita merasa rugi pada saat memberi misalnya, maka kita hendaklah menanyakan kepada diri kita sendiri mengenai keyakinan kita, tentang keimanan kita, kwalitas ibadah dan ketakwaan kita kepada Sang Pencipta alam semesta yang nyata-nyata telah mengingatkan kepada diri kita bahwa "Barangsiapa berbuat baik maka kebaikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan barangsiapa berbuat jahat maka kejahatan itu akan kembali kepada dirinya sendiri pula". Dan sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla tidak pernah dan tidak akan merugikan hamba-hamba-Nya walau sedikit pun, sebagaimana secara matematis telah kami jelaskan pada bagian pertama artikel Take and Give ini. Sungguh apalah artinya sebuah pengakuan atau pernyataan bila tanpa bukti. Ingat ...! Setiap pernyataan menuntut pembuktian. Apalah artinya kita mengaku beriman kepada Allah Azza Wa Jalla, sementara  ibadah amaliyah kita, kita kerjakan dengan penuh keragu-raguan. Dan apalah gunanya bila kita percaya kepada pengelola sebuah bank misalnya, tetapi kita sendiri tidak pernah menyimpan uang di sana. Tentulah tidak ada gunanya sama sekali.
Pada bagian pertama artikel Take and Give ini, kami telah mengemukakan bahwa "... sesungguhnya setiap manusia itu, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk menjadi orang kaya sekaligus menjadi orang miskin. Sehingga dalam kehidupan sebuah rumah tangga  sangat mungkin terjadi suaminya orang kaya sementara isterinya miskin atau sebalikanya, yaitu suaminya miskin sedangkan isterinya kaya raya. Dalam kondisi semacam inilah kita perlu memahami pengertian saling memberi dan menerima (Take and Give) suapaya pengorbanan kita, baik kita sebagai seorang suami maupun sebagai seorang isteri, tidak sia-sia. Dan terutama sekali adalah supaya hati kita merasa beruntung pada saat memberi", maka, termasuk salah satu masalah yang perlu dan penting untuk kita pahami adalah bagaimanakah caranya supaya kita pandai berterima kasih pada saat memberi.  Sekali lagi berterima kasih pada saat memberi, yakni bukan berterima kasih pada saat menerima pemberian. Jadi,disamping merasa beruntung juga berterima kasih. Dengan memahami masalah ini, insya Allah hati kita akan merasa tenteram dan jiwa kita pun akan menjadi tenang.
Mengapa kita (harus) berterima kasih pada saat memberi? 
(Bersambung)

Selasa, 27 Oktober 2009

TAKE and GIVE (Bagian 1)

Take and Give, adalah salah satu perinsip dalam kehidupan berumah tangga. Yaitu antara seorang suami dengan seorang isteri.  Dimana kalimat "take and give" ini, mengandung makna saling memberi dan menerima, baik yang bersifat/berbentuk materi maupun non materi. Apabila perinsip tersebut dipegang teguh oleh kedua belah pihak, maka Insya Allah, kehidupan sebuah rumah tangga akan berjalan dengan baik dan penuh bahagia. Saling pengertian dan se-ia se-kata dalam setiap langkah  untuk  mewujudkan rumah tangga yang harmonis, sakinah, mawaddah warahmah. Sebaliknya, jika salah satu pihak ada yang mengabaikan perinsip-perinsip tersebut, maka tidaklah mustahil bila ada pihak lain yang merasa dirugikan, baik secara moral maupun materil. Oleh karena itu, baik suami maupun isteri hendaklah memahami makna "Take and Give"  ini dan kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehar-hari.
Secara garis besarnya, ada dua kemungkinan di dalam kehidupan sebuah rumah tangga bila ditinjau dari segi ekonomi, yaitu : Kuffu (berimbang) dan Tidak Kuffu (tidak berimbang). Berimbang (kuffu), yaitu kedua belah pihak memiliki harta kekayaan yang setara atau sederajat, misalnya golongan ekonomi kelas bawah + kelas bawah;; kelas menengah + kelas menengah; dan ekonomi kelas atas + kelas atas. Tidak berimbang (tidak kuffu), yaitu  salah satu pihak memiliki harta kekayaan yang lebih tinggi dari yang lainnya, misalnya : kelas menengah + kelas bawah; kelas atas + kelas bawah; kelas atas + kelas menengah.
Oleh karena adanya kemungkinan-kemungkinan semacam itulah, maka pemahaman kita terhadap perinsip kehidupan berumah tangga perlu dipertajam dan diperjeles supaya kita pandai berterima kasih pada saat menerima dan merasa beruntung pada saat memberi. Berterima kasih pada saat menerima pemberian adalah sangat mudah diucapkan dan tidak sulit untuk dilakukan. Sedangkan merasa beruntung pada saat memberi adalah sangat sulit untuk diwujudkan, kecuali oleh orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah Azza Wa Jalla. Oleh karena itu, kita perlu menelaah kembali firman Allah Azza Wa Jalla, dalam surat Al Baqarah ayat 221, bilamana kita hendak menjalin hubungan hidup berumah tangga (nikah) dengan seseorang, yaitu yang artinya : "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang beriman adalah lebih baik dari pada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min adalah lebih baik dari pada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya.Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran". (QS.Al Baqarah: 221).
Pertanyaannya adalah mengapa hanya orang-orang yang beriman dan bertakwa saja yang akan merasa beruntung pada saat memberi? Nah, itulah pertanyaan mendasar yang perlu kita cari jawabannya, supaya hati kita selalu  tenteram, tenang dan merasa beruntung pada saat kita memberikan sesuatu kepada orang lain (suami atau isteri). Namun, sebelumnya mari kita lihat terlebih dahulu kemungkinan-kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan perkembangan ekonomi kita pada saat kita membangun sebuah rumah tangga. Dalam hal ini ada tiga kemungkinan, yaitu : menurun, tetap, dan meningkat dari sebelumnya. Tiga kemungkinan ini bisa saja terjadi pada salah satu pihak bahkan tidaklah mustahil bila akan dialami oleh keduanya,  baik suami maupun isteri. Sehingga kemungkinan-kemungkinannya adalah sebagai berikut: Suami/meningkat + Isteri/meningkat; Suami/meningkat + isteri/tetap; suami/meningkat + isteri/menurun; Suami/tetap + isteri/meningkat; suami/tetap + isteri/tetap; suami/tetap + isteri/menurun; Suami/menurun + isteri/meningkat; suami/menurun + isteri/tetap; suami/menurun + isteri/menurun.
Itulah kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada diri kita, baik kita sebagai seorang suami maupun sebagai seorang isteri. Mengapa demikian? Karena, sesungguhnya setiap manusia itu, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk menjadi orang kaya sekaligus menjadi orang miskin. Sehingga dalam kehidupan sebuah rumah tangga  sangat mungkin terjadi suaminya orang kaya sementara isterinya miskin atau sebalikanya, yaitu suaminya miskin sedangkan isterinya kaya raya. Dalam kondisi semacam inilah kita perlu memahami pengertian saling memberi dan menerima (Take and Give) suapaya pengorbanan kita, baik kita sebagai seorang suami maupun sebagai seorang isteri, tidak sia-sia. Dan terutama sekali adalah supaya hati kita merasa beruntung pada saat memberi.
Memang,  kedengarannya aneh dan tidak masuk akal, mana mungkin ada, orang memberi merasa beruntung? Betul....!!!. Namun, hendaklah diketahui bahwa apa yang saya katakan tadi, sebenarnya adalah masuk akal, dalam arti bahwa kita akan merasa beruntung bilamana ada sesuatu yang menguntungkan  Sekarang bagaimanakah caranya supaya masuk akal, sehingga hati kita merasa beruntung pada saat kita memberikan sesuatu kepada orang lain? Untuk itu marilah kita gambarkan tentang pemahaman atau jawaban akal kita terhadap beberapa pertanyaan misalnya : 10 - 1 = ?, 10-2=?, 10-3=? dan seterusnya. Bilangan angka sepuluh (10) adalah gambaran tentang jumlah harta kekayaan kita sedangkan angka 1, 2, 3, dst. adalah jumlah harta kita yang  kita berikan kepada orang lain,  misalnya kepada seorang isteri, suami maupun kepada yang lainnya. Nah, supaya mudah  dipahami, maka baiklah kita klasifikasikan akal kita menjadi dua macam, yaitu : Akal Pertama dan Akal Kedua. Kemudian, perhatikan jawaban  kedua akal ini berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan  di atas. Akal Pertama akan menjawab atau mengatakan bahwa : 10 - 1 = 9, sedangkan Akal Kedua mengatakan bahwa : 10 - 1 =  9 + 1 + 700 =  710. Kemudian, Akal Pertama mengatakan bahwa : 10 - 2 = 8, sedangkan Akal Kedua mengatakan bahwa : 10 - 2 =  8 + 2 + 1.400 = 1.410  Selanjutnya, Akal Pertama mengatakan bahwa : 10 - 3 = 7,  sedangkan Akal Kedua mengatakan bahwa : 10 - 3 = 7 + 3 + 2.100 = 2.110. Dan misalnya lagi 10 - 9 =Berapa? . Maka,  Akal Pertama akan menjawab bahwa 10 - 9 = 1, sedangkan Akal Kedua menjawab bahwa 10 - 9 =  1 + 9 + 6.300 = 6.310.
Dari uraian tersebut terlihat dengan jelas bahwa Akal pertama selalu memberi jawaban negatif (-) atau berkurang, yaitu 10-1=9, 10-2=8, 10-3=7, dan seterusnya, sedangkan Akal kedua selalu memberi jawaban positif (+), yaitu : 10-1=9+1+... = ...., 10-2=8+2+....=.... , 10-3=7+3+....=....., ..., 10-9=1+9+....=....., bahkan dilipat gandakan dengan menambahkan bilangan : 700, 1.400, 2.100, ..., 6.300, sebagaimana terlihat di atas.  Di mana bilangan-bilangan tersebut adalah merupakan hasil perkalian (x) dari bilangan 700 dengan bilangan 1, 2, 3, dst. Yaitu : 1 x 700 = 700, 2 x 700 = 1.400,  3 x 700 = 2.100,   .... 9 x 700 = 6.300. Sedangkan bilangan 700  ini adalah berasal dari bilangan 7 x 100,  sebagaimana yang diisyaratkan dalam firman  Allah Azza Wa Jalla, surat Al Baqarah ayat 261, yang artinya : " Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah) adalah serupa dengan sebutir benih  yang menumbuhkan tujuh (7) bulir; pada tia-tiap bulir seratus (100) biji....." (QS. Al Baqarah : 261). Berarti :  7 x 100 = 700.
Dengan demikian, Akal Kedua menganggap dirinya selalu beruntung, tidak pernah merasa rugi, bahkan merasa senang dan gembira meskipun sebagian harta kekayaannya diberikan kepada orang lain, karena pada hakekatnya adalah tidak berkurang walau sedikit pun, yaitu: 10-1=9+1=10=tetap, atau 10-2=8+2=10=tetap, dan atau  10-9=1+9=10=tetap, bahkan bertambah dengan berlipat ganda sebagaimana telah kita lihat bersama.  Hal ini dapat kita umpamakan dengan seorang nasabah sebuah bank. Misalnya, seorang nasabah  mempunyai uang sebesar Rp. 10,- (sepuluh rupiah),  kemudian disimpan di bank dengan keuntungan  sebesar Rp. 700,- per 1 rupiah. Nah, apabila nasabah tadi menyimpan uangnya sebesar 1 atau 2 atau 3 atau 9 rupiah misalnya, maka secara keseluruhan jumlah uang  yang dimiliki oleh nasabah tadi adalah : Rp. 10 - 1 = 9 + 1 + 700 = Rp.710,- atau  Rp.10 - 2 = 8 + 2 + 1.400 = Rp. 1.410,-  atau  Rp. 10 - 3 = 7 + 3 + 2.100 = Rp. 2.110,-. atau Rp. 10 - 9 = 1 + 9 + 6.300 = Rp. 6.310,-  Sehingga, meskipun di dalam dompet seorang nasabah tadi hanya tersisa uang sebesar Rp. 1,- (satu rupiah) misalnya, namun oleh karena dia memiliki simpanan uang di bank dalam jumlah lebih dari cukup, maka dia tidak akan merasa susah, melainkan akan selalu senang dan gembira, bahkan akan merasa lebih beruntung bila dibandingkan dengan tidak menyimpan uangnya di bank. Atas dasar pemikiran semacam itulah, Akal Kedua mengganggap dirinya selalu beruntung dan merasa gembira pada saat memberi, sebagaimana kegembiraan seorang nasabah pada saat menyetor atau menambah uang tabungannya. Sekarang, mungkinkah kita akan memperoleh imbalan atau keuntungan yang berlipat ganda, misalnya sebesar Rp. 700,- per 1 rupiah? Jawabannya : Mungkin sekali, bahkan lebih dari itu pun bukanlah sesuatu yang mustahil. Contohnya adalah seorang penumpang pesawat terbang yang mengalami musibah atau kecelakaan. Dimana  hanya dengan membayar premi asuransi sejumlah puluhan atau ratusan ribu rupiah, dia akan menerima santunan sebesar puluhan bahkan ratusan juta rupiah.
Marilah kita bandingkan jawaban Akal Kedua terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagaimana tersebut di atas dengan saldo yang di miliki oleh seorang nasabah bank tadi. Apakah ada perbedaan atau mungkinkah justeru sama persis, tidak kurang dan juga tidak lebih?  Baiklah ....! Kita bandingkan: Jawaban Akal Kedua : 10 - 1 = 9 + 1 + 700 = 710, sedangkan saldo Nasabah adalah : 10 - 1 = 9 + 1 + 700 = Rp. 710,- (sama persis). Kemudian, jawaban Akal Kedua : 10 - 2 = 8 + 2 + 1.400 = 1.410, sedangkan saldo Nasabah adalah : 10 - 2 = 8 + 2 + 1.400 = Rp. 1.410,-.(sama persis). Kemudian, jawaban Akal Kedua : 10 - 3 = 7 + 3 + 2.100 = 2.110, sedangkan saldo Nasabah adalah : 10 - 3 = 7 + 3 + 2.100 = Rp. 2.110,- (sama persis). Yang terakhir, jawaban Akal Kedua : 10 - 9 = 1 + 9 + 6.300 = 6.310, sdangkan saldo Nasabah adalah : 10 - 9 = 1 + 9 + 6.300 = Rp. 6.310,- (sama persis). Nah, ternyata sama saja.  Dengan demikian tidaklah berlebihan dan tidak pula mengada-ada bila kita simpulkan bahwa jawaban Akal Kedua sebagaimana tersebut di atas adalah termasuk jawaban yang masuk akal. Sementara perbedaannya hanya terletak pada jenis tabungannya, yaitu Akal Kedua berupa tabungan akhirat, sedangkan seorang nasabah berupa tabungan dunia. Tabungan akhirat adalah lebih baik daripada tabungan dunia. Sehingga seorang ulama pernah mengatakan bahwa seandainya kehidupan dunia ini adalah bagaikan emas berlian sedangkan kehidupan akhirat adalah laksana tikar busuk, maka manusia wajib mencari tikar busuknya daripada emas berlian. Nah, bagaimana kalau seandainya di balik, yaitu misalnya kehidupan dunia adalah  bagaikan tikar busuk sedangkan kehidupan akhirat adalah laksana emas berlian? Tentulah akan lebih wajib  lagi bagi segenap ummat manusia yang berakal sehat. Karena, hidup di dunia adalah hanya sementara sedangkan hidup di akhirat adalah kekal abadi, selama-lamanya.
(Bersambung ke : TAKE and GIVE Bagian 2)

Jumat, 16 Oktober 2009

DIRIKU SELALU BERSAMAMU

Bila kau bersedih, hatiku pun sedih
Bila kau bahagia, hatiku pun bahagia
Bila kau menangis, diriku pun menangis
Bila kau tersenyum, aku pun tersenyum

Kesedihanmu adalah kesedihanku
Kebahagianmu adalah kebahagiaanku
Tangisanmu adalah tangisanku
Senyumanmu adalah senyumanku

Oleh karena itu ....
Janganlah kau mengatakan " ... tiada teman ..."
Dan jangan pula kau merasa kesepian

Ketahuilah ...wahai Gadis Ayu .... !!!!
Bahwa ....
Sesungguhnya diriku selalu bersamamu
Sayang dan setia sepanjang waktu.

Kamis, 15 Oktober 2009

AKU JATUH CINTA

Tiada salah, bagi orang yang dicintai
Tiada dosa, bagi orang yang disayangi
Salah dan dosa bukan karena dicintai
Dan juga bukan karena disayangi

Oleh karena itu ....
Janganlah kau merasa bersalah bila dicintai
Dan jangan pula merasa berdosa bila disayangi

Aku jatuh cinta bukan karena senyumanmu
Dan juga bukan karena kecantikan raut wajahmu
Melainkan karena kepribadianmu
Yang tercermin dalam tutur bahasamu.

Sabtu, 05 September 2009

Menatap 1000 Bulan

Allah Azza Wa Jalla berfirman : "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar". (QS. Al Qadar : 1-5) Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam "Lailatul Qadar", yaitu suatu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan dan penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu merupakan malam permulaan diturunkannya Kitab Suci Al-Qur'an, yaitu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. Al-Qur'an adalah Kitab Suci yang merupakan sumber utama dan pertama ajaran Islam, menjadi petunjuk kehidupan bagi segenap ummat manusia, sebagai salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi alam semesta. Di dalamnya terhimpun Wahyu Ilahi yang menjadi petunjuk, pedoman dan pelajaran bagi siapa saja yang mempercayai serta mengamalkannya. Al-Qur'an adalah Kitab Suci yang terakhir diturunkan Allah Swt, yang kandungannya mencakup segala pokok-pokok syari'at yang terdapat dalam Kitab-kitab Suci yang diturunkan sebelumnya. Oleh karena itu setiap orang yang mempercayai Al-Qur'an, akan bertambah cinta kepadanya, cinta untuk membacanya, cinta untuk mempelajari dan memahaminya serta cinta pula untuk mengamalkan dan mengajarkannya sampai merata rahmatnya dirasai dan dikecap oleh penghuni alam semesta.

Dalam rangka menyambut malam "Nuzulul Qur'an" dan (malam) "Lailatul Qadar" di bulan Ramadhan tahun 1430 H. inilah, maka patut kita renungkan pemikiran dan uraian seorang filosof muslim, Dr. Damardjati Supajar, dalam buku Filsafat Islam,di bawah judul Sosok Perspektif Filsafat Islam Tinjauan Aksiologis, hal. 49 s/d 52, yaitu sebagai berikut :

"The creation ... is not an event which happened in the remote past but is rather a living reality of the present. Creation is a process of evolution of which man is not merely a witness but a participant and a partner as well. (Theodosius Dobzhansky)

Pada tanggal 29-9-1991, ketika jaringan TV Jepang dan TVRI (Pusat) bersama-sama mengangkat masalah kemisterian Borobudur dalam satu paket film dokumenter berjudul The Mystery of Borobudur, terjadilah diskusi yang menarik mengenai patung "unfinished Buddha", justru bukan karena pembuatannya yang belum selesai, melainkan disengaja demikian untuk menyatakan sesuatu yang "belum selesai", artinya masih dalam proses. Ungkapan demikian itu mengingatkan kita kepada suatu buku yang berjudul The Unfinished Universe, karya Louise B.Young. Kata-kata Dobzhansky yang dikutip di atas adalah pembuka kata pengantar pada buku tersebut (Young, L.B. 1987, h. 9).

Kalau setiap kali kita menatap Borobudur dan menangkap "pesan" perihal 1000 ksatria yang terkurung dalam sangkar, dan lalu memahaminya dalam kerangka "pesan" sebelumnya - yaitu ketika 1000 patung atau candi persembahan Bandung Bondowoso untuk Pradnyaparamita, yang ternyata belum terselesaikan dalam waktu satu malam - kiranya adalah tidak arif kalau pemahaman kita itu tidak menyentuh dataran aksiologis. Kebekuan membatu dan mematungnya candi-candi di Prambanan serta keterkurungan ksatria-ksatria di dalam sangkar, bisa jadi terjadi pada diri kita dalam kaitan rasional dengan serba percepatan kehidupan modern kini, lebih-lebih nanti. Permasalahan aksiologisnya ialah, bagaimana "rahasia" membuat hidup patung 1000 dan membebaskan ksatria 1000? Itulah tugas kita, mission kita, agar kita tidak lagi "mematung" dan "terkurung" dalam kegelapan. Rahasianya adalah "menatap 1000 bulan", mengalami terang benderang makna dan maksud kejadian seperti menatap 1000 bulan purnama yang kejelasannya mencakup satuan waktu 1000 bulan, yaitu kira-kira 82 tahun. Itulah makna orientasi atau njangka "nawang wulan". Adapun lakunya, jangkahnya, langkahnya, ialah Hanyokrokusumo, mengembangkan kwalitas bunga yang berkembang atas bimbingan cahaya bulan.

Apakah yang terang benderangnya tak diragukan lagi untuk masa 1000 bulan? Kematian, kalau kita ingat bahwa peristiwa terang benderang ke-qur'an-ian itu dialami Nabi Muahmmad Saw., ketika beliau berusia 40 tahun. Dalam hubungannya dengan kematian, kita berpegang pada ayat :"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran : 102). Jika demikian, kita lalu sadar bahwa bukannya kematian untuk kematian, melainkan kematian untuk kesaksian (syahadat), karena Islam itu berdiri di atas landasan syahadat. Demikian pula pergelaran alam raya ini, adalah verifikasi syahadat dengan bahasa objektif. Kalau nanti alam ini sudah digulung dan yang ada hanya tinggal wajah Allah, maka pernyataan kebenarannya tetap sama, yaitu Laa Ilaaha Illal-Laah, oleh Allah sendiri, Maaliki Yaumid-Dien. Itulah norma senormal-normal normatif,yang apabila diukur secara intelektual menunjuk kepada angka 100, justru karena rumus kecerdasan itu adalah IQ = MA/CA x 100%. MA (Mental Age) yang paling tinggi syahadat; CA (Chronological Age) terbesar atau terpanjang adalah bentangan penciptaan usia alam semesta ini. Maka kalau kita berhasil bersaksi sebenar-benar kesaksian - secara justifikatif - dalam tenggang waktu yang jauh lebih pendek atau singkat dari pada umur alam, maka kiranya kita menjadi sosok yang cerdas, sebab MA-nya tetap sedang CA-nya mengecil, yaitu sepanjang hayat kita. Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa pegangan hidup bagi mereka yang pada saat sakaratul maut-nya berpegang pada syahadat, akan dijamin masuk syurga.

Jadi sebaik-baik pengakuan, ialah pengakuan yang benar. Sebenar-benar pengakuan ialah syahadat. Seindah-indah syahadat ialah syahadat Allah, oleh-Nya, untuk-Nya. Kewajiban memohon ampun berlaku bagi kesalahan pengakuan; kewajiban melakukan koreksi, bagi kesalahan perbuatan.

Sekali lagi, setinggi-tinggi nilai ialah syahadat, setinggi-tinggi syahadat itu syahadat dari Allah, oleh-Nya, untuk-Nya, Maaliki Yaumid-Dien. Itulah setepat-tepat posisi Dien, sehingga jelaslah bahwa Innad-Diina 'Indallaahil-Islaam. Rahasia "waktu" lebih rumit dari pada rahasia "alam". Pengakuan itu menuntut koherensi/konsistensi sepanjang acuan temporal, pembuktian itu menuntut korespondensi struktural/ fungsional, sedemikian rupa sehingga jelaslah pola parsialitas dan integralitasnya suatu peran, mana peran pelengkap penderita, pelengkap penyerta, pelengkap pelaku, subjek pelaku. Untuk itulah perlunya suatu telaah tentang fakta, faktor, fungsi, peran dan misi.

Alam ini adalah pergelaran tahmid, "Al-hamdulil-laahi rabbil'aalamiin". Yang demikian itu berlaku secara universal, sepanjang masa, sepanjang waktu secara objektif. Dari alam-lah kita mempelajari kualitas perbuatan yang terpuji, dan melakukan koreksi apabila kita berbuat salah. Celupan alami itu meyakinkan, akan tetapi lambat dan memerlukan pengulangan demi pengulangan. Adapun Muhammad Abduhu itu adalah subjektifikasi dari tahmid alam tadi. Itulah makna kelahiran Muhammad yang identik dengan alam semesta ini. Adapun kebatinan Muhammad adalah Muhammad Rasulul-Laah Saw., yang identik dengan Nur Muhammad, pancaran wajah Allah, Nurun Alaa Nuur.

Itulah risalah islami universal dan eternal, awal-akhir, lahir bathin. Dimensi temporal - awal-akhir - dan dimensi spasial - lahir-bathin - terpadu berkat Rahman dan Rahim-Nya, yaitu manakala seseorang benar-benar memahami perannya sebagai Abdullah. Terhadap semesta kelahiran, hakekat ke-Abdul-Lah-an itu justru memerankan peran ketuhanan, terhadap semesta kebatinan, hakekat ke-Abdul-Laah-an itu justru merupakan ujung mata pedang kesaksian syahadat-Nya, Laa-Ilaaha-Illal-Laah. Momentum seperti itu oleh Iqbal, dihayati sebagai Eternal Now".

Sabtu, 15 Agustus 2009

Dokter THT 3

Dalam filsafat Aksiologi disebutkan bahwa salah satu syarat utama untuk bisa “jejer” adalah “jujur”, karena hanya dengan ke-jujur-an itulah sebuah ikatan atau hubungan akan terjalin erat dan harmonis serta langgeng. Terjalin erat, karena saling pengertian. Harmonis, karena saling harga menghargai dan saling hormat menghormati. Langgeng, karena saling memelihara segala sesuatu yang membawa kemasalahatan bagi keduanya, dan saling menghindari dari segala hal yang menyebabkan retaknya sebuah ikatan, hubungan atau jalinan. Sehingga bilamana ada salah satu pihak yang tidak memiliki sifat “jujur”, maka “jejer” tidak mungkin akan terwujud, kecuali sementara. Bila dipaksakan, maka dapat dipastikan akan timbul banyak masalah, bahkan tidaklah mustahil bila di kemudian hari akan menimbulkan banyak kerugian dan kehancuran di kedua belah pihak, baik moral maupun materiil. Oleh karena itu, hendaklah sifat "jujur" ini dijunjung tinggi, dan di tanamkan ke lubuk hati kita masing-masing, supaya kita dapat bergaul, bersahabat atau berteman dengan erat, harmonis dan langgeng, saling hormat menghormati, harga menghargai, baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat maupun dalam berbangsa dan bernegera.

Dan hendaklah diketahui dan dipahami bahwa kata “jujur” di sini bukan hanya sekedar bertutur kata apa adanya, melainkan lebih dari itu, karena kata tersebut mengandung makna yang sangat luas dan oleh karenanya harus dipahami secara luas pula. Di antaranya adalah jujur menilai diri sendiri dan jujur pula dalam menilai orang lain. Dengan kejujuran dalam menilai diri sendiri, maka kita akan menyadari dan mengetahui segala kekurangan dan kelebihan, kelemahan dan kekuatan yang ada pada diri kita. Demikian pula ketika kita menilai orang lain, bilamana kita menilainya secara jujur, maka tentulah kita pun akan mengetahui kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan yang mereka miliki.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, sebagai pengantar berkenaan dengan kejujuran Ki Bandos dalam memberikan penilaian terhadap surat kekasihnya, Yayah Holiyah, sebagaimana secara khusus sudah saya jelaskan dalam sebuah artikel dengan judul “Surat Yayah Holiyah”, padahal yang sebenarnya Ki Bandos sendiri sedang ngambek pada kekasihnya itu, karena Yayah Holiyah pernah memanggil dirinya dengan panggilan : “Hai .., budeg …!”, sebuah panggilan yang sangat tidak disukai oleh Ki Bandos, karena dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maklum, Ki Bandos adalah seorang pemuda santri yang serba miskin, miskin ilmu, miskin harta dan miskin rupa, sehingga mudah sekali tersinggung. Adapun kelebihan yang terdapat pada diri Ki Bandos adalah bahwa dia dapat memahami apapun yang diucapkan oleh Yayah Holiyah, sehingga Yayah Holiyah sangat mencintai dan menyayanginya. Untuk selanjutnya mari kita dengarkan dan kita simak kisahnya berikut ini. Silahkan Ki Bandos …!

Yaa ..., Terimkasih Om Syekh …!
Tidak ada kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh setiap orang yang sedang memadu asmara, selain kebahagiaan pada saat membaca surat cinta dari seorang kekasih yang tercinta dan tersayang. Sehingga dalam bahasa bercinta seringkali terdengar kata-kata atau ucapan "ku-eja huruf demi huruf", "ku-baca kata demi kata", dan "ku-resapi kalimat demi kalimat", dst. Semua itu terjadi karena terlalu gembira dan senang membaca surat seorang kekasih. Demikian pula dengan diriku, aku sangat bahagia, tidak ada duanya, sehingga kebahagiaan hatiku itu tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Apalagi isi suratnya juga sempat bikin pusing kepalaku, pusing tujuh keliling, karena sulit dimengerti, aku betul-betul harus berpikir extra hati-hati, dengan mengeluarkan segala kemampuanku supaya bisa memahami isi surat Yayah Holiyah tersebut. Namun, setelah aku dapat memahami isi kandungannya, ternyata asyik juga, hatikupun bahagia sekali, bahkan aku ingin segera bertemu dengan Yayah Holiyah untuk melepas rasa rindu, setelah lama tidak bertemu, karena lebih dari satu minggu aku berpisah dengannya, gara-gara ucapannya yang menyinggung perasaan hatiku, dimana dia pernah memanggil diriku dengan ucapan "hai budeg ...!", yaitu pada saat menyaksikan acara ulang tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di kota Cilegon Serang Banten. (Angkatakan Bersenjata Republik Indonesia = ABRI, sekarang diganti TNI).

Surat Yayah Holiyah berbeda dengan surat-surat yang ditulis oleh orang lain pada umumnya. Perbedaan itu terletak pada format suratnya. Jika aku menulis surat maka yang pertama kusebut adalah nama orang yang dituju misalnya, "Kepada Yth : Yayah Holiyah di Tempat", atau "Untuk kekasihku Yayah Holiyah di Tempat", kemudian salam "Assalamu'alaikum Wr. Wb. .." atau "Dengan Hormat", dan sebagainya. Tetapi bagi Yayah Holiyah tidaklah demikian. Dia mengucapkan salam terlebih dahulu kemudian berkata : “Dari Yayah Holiyah, untuk kekasih Yayah Holiyah”.

Itulah awal kata dari surat Yayah Holiyah yang diberikan kepadaku. Aku merasa bahwa surat ini adalah merupakan sebuah surat yang luar biasa dan mengandung makna yang sangat dalam serta sangat mengesankan bagi diriku, karena selama aku berpacaran, baru kali ini membaca surat yang dimulai dengan menyebut nama pengirimnya. Selain itu, surat ini adalah merupakan surat pertama yang kuterima semenjak Aku menjalin hubungan cinta dengan Yayah Holiyah. Sehingga ketika aku membaca kalimat “Dari Yayah Holiyah …”, terbayanglah di dalam pikiranku seakan-akan dia berada di depan mata, duduk bersanding di sisiku dan mengajak diriku untuk berbicara dari hati ke hati, dan seakan-akan dia berkata : “Bila AA masih bersedia mendengarkan ucapan Yayah, silahkah surat ini dibaca sampai selesai, sebaliknya jika AA tidak berkenan, maka cukuplah sampai di sini … dan silahkan surat ini ditutup kembali …!”, tanpa terasa hatikupun berkata “Masya Allah …”, sebagai ungkapan kekagumanku terhadap kepiawian Yayah Holiyah di dalam menarik perhatian hatiku. Apalagi di dalam kalimat itu juga ditegaskan bahwa orang yang diajak bicara adalah diriku sebagai kekasihnya, dengan mengatakan “ …. untuk kekasih Yayah Holiayh”, maka ketika aku sedang memperhatikan kalimat itu akupun berkata di dalam hati “Masya Allah …, masya Allah …, sungguh dia adalah seorang gadis yang memiliki pengertian yang sangat dalam”.

Aku berkata demikian karena setelah kuperhatikan dengan seksama ternyata kalimat tersebut terdiri atas tujuh kata. Di mana bilangan angka tujuh (7) ini mengandung banyak makna, sehingga akupun tidak bisa memastikan makna mana yang dimaksudkan oleh Yayah Holiyyah, aku sama sekali tidak mengerti dan tidak tahu, kecuali hanya mengira-ngira, menerka-nerka dan membuat catatan untuk dapat mengetahui secara pasti terhadap apa yang diisyaratkan oleh Yayah Holiyah dalam perkataannya itu. Namun, sia-sia belaka karena Aku sama sekali tidak bisa menemukan makna yang sebenarnya atau tidak bisa mengambil kesimpulan apa-apa. Dari beberapa catatanku itu terdapat banyak kemungkinan, yaitu : Tujuh bacaan yang dibaca berulang-ulang pada waktu menunaikan ibadah sembahyang, yaitu surat Al-Faatihah. Tujuh ayat, yaitu ayat-ayat dalam surat Al-Fatihah. Tujuh surat yang terpanjang dalam al-Quran yaitu, surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, Al Maidah, Al-An’am, Al-A’raf, At-Taubah. Tujuh macam bacaan al-qur’an, yang disebut qira’at sab’ah. Tujuh huruf (bahasa) al-Qur’an. Tujuh lapis bumi dan Tujuh lapis langit. Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesunguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (Qs. Ath-Thalaq: 12). Tujuh macam syurga, yaitu Jannatul Firdaus, Jannatun Na’iim, Jannatul Ma-wa, dll. Tujuh macam neraka, yaitu: neraka Jahannam, neraka Jahim, neraka Khuthomah, neraka Lazho, neraka Hawiyah, neraka Sa’ir, dan neraka Saqar. Tujuh pintu syurga (laha sab’atu abwab). Tujuh pintu neraka (laha sab’atu abwab). Tujuh anggota tubuh manusia, yaitu dua belah kaki, dua belah tangan, dua belah lutut, dan satu wajah atau muka. Dua belah kaki untuk berhidmah kepada Allah, dua belah tangan untuk berdo’a kepada-Nya, dua belah lutut untuk duduk dalam sholat, satu wajah untuk bersujud kepada-Nya. Tujuh masa kehidupan manusia, yaitu ar-Radlii' (masa menyusu), Fathim (masa disapih), Al-Ghulam (masa kanak-kanak), Ash-Shabiy (masa remaja), Syabun (masa muda), Kahlun (masa dewasa) dan Syaikhun (masa tua). Tujuh kata/kalimat dalam kalimat thoyyibh, yaitu : Laa Ilaaha Illa Allaah Muhammadur-Rasul Allah (Tidak ada Tuhan selain Allah, Nabi Muhammad adalah utusan Allah). Tujuh Nabi dan Rasul Allah yang paling mulia. Tujuh hari dalam satu minggu, yaitu Sabtu, Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jum’at. Tujuh masa penciptaan langit dan bumi, Tujuh macam lubang pada manusia, yaitu dua lubang telinga, dua lubang hidung, satu lubang mulut, satu lubang depan dan satu lubang belakang. Tujuh lautan, sab’atu abhurin : "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (Qs. Luqman: 27). Tujuh macam bulu/rambut manusia, yaitu rambut kepala, kumis, jenggot, bulu alis, bulu mata, bulu ketek, dan bulu itu tuh ....., di mana bulu-bulu tersebut masing-masing memiliki fungsi tersendiri. Tujuh bulir atau tujuh tangkai, yang disebut sab’a sanaabil, sebagai perumpamaan pahala yang akan diterima oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya pada jalan Allah, di mana mereka akan memperoleh pahala berlipat ganda. Tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk di makan oleh Tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus, Tujuh bulir gandum yang hijau dan Tujuh bulir gamdum yang kering, sebagaimana yang dilihat dalam mimpi oleh seorang Raja Mesir. Tujuh tahun masa panen/subur yang terjadi pada jaman Nabi Yusuf a.s. Tujuh tahun masa kemarau panjang/paceklik juga yang pernah terjadi pada jaman Nabi Yusuf a.s. Tujuh orang pemuda beriman ash-Habul Kahfi, yang ditidurkan oleh Allah di dalam gua selama 309 tahun. Tujuh peristiwa besar yang akan terjadi pada hari kiamat. Tujuh macam hewan atau binatang bersejarah, yaitu : Burung Merpati yang pernah disembelih oleh Nabi Ibrahim a.s. kemudian atas kekuasaan Allah, burung tersebut hidup kembali; Burung Hud-hud yang menjadi juru pengantar surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis; Laba-laba penganyam sarang di depan pintu Gua Tsur pada saat Nabi Saw. dan Abu Bakar Shiddiq r.a. berada di dalamnya; Himar teman setia hamba Allah yang bernama Uzeir; Semut, yang pernah terdengar percakapannya oleh Nabi Sulaiman; Qithmir penjaga pintu gua Ash-Habul Kahfi; dan Rayap yang memakan tongkat Nabi Sulaiman a.s. (Bersambung)

Rabu, 12 Agustus 2009

Surat Yayah Holiyah

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dari Yayah Holiyah untuk kekasih Yayah Holiyah.

Tiada ucapan yang lebih baik diucapkan selain ucapan mohon maaf. Oleh karena itu, dengan setulus hati Yayah mohon maaf pada AA atas segala kesalahan dan kehilafan Yayah. Dan tiada harapan yang lebih menyenangkan hati selain harapan ketulusan AA untuk mendengarkan suara hati Yayah, yang hendak Yayah ungkapkan lewat buah pena Yayah berikut ini :

Sebutir biji rambutan, akan tumbuh sebatang pohon rambutan.
Sebutir biji durian, akan tumbuh sebatang pohon durian.
Sehingga tidak mungkin dari biji rambutan tumbuh sebatang pohon durian,
dan tidak mungkin pula dari biji durian tumbuh sebatang pohon rambutan.

Hati yang baik, akan mengeluarkan perkataan yang baik.
Hati yang tidak baik, akan mengeluarkan perkataan yang tidak baik.
Sehingga tidak mungkin hati yang baik,
mengeluarkan perkataan yang tidak baik,
dan tidak mungkin pula hati yang tidak baik,
mengeluarkan perkataan yang baik.

Jika hati yang tidak baik mengeluarkan perkataan yang baik,
maka nilainya tidak sama dengan perkataan yang baik,
yang keluar dari hati yang baik.
meskipun kalimat yang diucapkannya sama-sama baik

Apabila hati yang baik mengeluarkan perkataan yang tidak baik,
maka hal yang demikian itu adalah karena keterpaksaan,
sedangkan hati yang tidak baik bila mengucapkan perkataan yang tidak baik
maka hal yang demikian itu adalah karena keterbiasaan.

Perkataan yang baik yang keluar dari hati yang tidak baik
adalah membahayakan
Perkataan yang tidak baik yang keluar dari hati yang baik
adalah menyelamatkan

Kekasih Yayah ...  yang tersayang …!
(Bersambung)

Yayah Holiyah adalah seorang gadis cantik manis rupawan tetapi tidak pernah membangga-banggakan kecantikannya. Karena menurut pandangan Yayah Holiyah, bahwa kecantikan seseorang itu bukanlah untuk dibangga-banggakan melainkan untuk di syukuri. Dia adalah anak seorang bangsawan yang terpandang, tetapi kebangsawanannya tidak membuatnya lupa dan menyombongkan diri, karena menurut keyakinannya, bahwa harta dan kekayaan tidak akan berarti sama sekali bila tidak punya hati. Oleh karena itu, dia senantiasa menjaga lisan maupun tulisan dari perkataan-perkataan yang dianggap dapat menodai kesucian hatinya. Seperti kalimat “hati yang jahat, hati yang kasar, hati yang buruk, hati yang dengki, munafik” dan sebagainya. Sebagai gantinya dia menggunakan kalimat: “hati yang tidak baik” . dimana maknanya mencakup hati yang jahat, hati yang kasar, hati yang buruk, dan semua kalimat yang searti dengan itu. Yayah Holiyah tidak menggunakan kalimat-kalimat tersebut, khususnya dalam suratnya yang ditujukan kepada Ki Bandos, karena dianggap dapat menodai kesucian hatinya yang senantiasa terjaga dan terpelihara semenjak masa kanak-kanak hingga usia remaja berkat didikan dan bimbingan kedua orang tuanya.

Yayah Holiyah memiliki pandangan hidup bahwa baik buruknya suatu perbuatan maupun ucapan tergantung pada hatinya. Bila hatinya baik, maka perbuatan dan ucapannya pun akan baik pula, sebaliknya bila hatinya tidak baik maka segala tingkah laku dan perkataannya tidak baik pula. Sehingga, dalam pergaulan sehari-hari misalnya, dia sangat hati-hati dalam bertutur kata. Bila ada temannya yang mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaan atau menyakitkan hatinya, maka selalu di balas dengan sebuah kiasan dimana yang apabila dicerna justru akan menambah wawasan bagi orang yang dimaksud dengan perkataannya itu, misalnya "alangkah indahnya bila sang surya tersembunyi di balik awan yang megah". Dengan perkataannya ini, Yayah Holiyah bermaksud memberitahukan kepada temannya bahwa ucapannya sangat menyakitkan hatinya sebagaimana sengatan teriknya matahari di siang hari. Bila temannya tidak melakukan perubahan, melainkan tetap menghina secara berlebihan, maka kiasan tersebut akan diucapkan dengan mengganti kalimat "di balik awan yang megah" menjadi "di balik awan yang hitam kelam", sehingga berbunyi "alangkah indahnya bila sang surya tersembunyi di balik awan yang hitam kelam ", sebagai peringatan keras terhadap sikap temannya itu, di mana kalimat "awan yang hitam kelam" mengandung arti "hati yang hitam pekat".

Dan seperti kalimat “perkataan yang tidak baik”, maka yang dimaksud oleh Yayah Holiyah adalah semua perkataan yang dapat menyinggung perasaan hati orang lain. Misalnya perkataan yang mengandung unsur penghinaan, pelecehan, merendahkan derajat orang lain, merusak kehormatan dan nama baik seseorang, dan atau seperti kata-kata: anjing, kurang ajar, bohong, munafik, bodoh, dungu, penipu, jahat, dll. Kata-kata yang seperti ini selalu dihindari (tidak diucapkan) oleh Yayah Holiyah dalam pergaulannya sehari-hari baik di luar rumah maupun ketika berada di dalam rumah, karena menurut pandangan Yayah Holiyah bahwa kata-kata tersebut tidak sepantasnya diucapkan oleh orang-orang yang memiliki hati yang mulia.

Menurut pandangan Yayah Holiyah bahwa baik tidaknya sebuah perkataan tergantung pada hatinya, bukan pada kalimatnya. Sehingga, meskipun kalimatnya sama persis, tapi kalau hatinya berbeda yaitu hati yang baik dan hati yang tidak baik, maka nilainya tetap berbeda. Oleh karena itulah dia berkata kepada Ki Bandos : "Apabila hati yang tidak baik mengeluarkan perkataan yang baik, maka nilainya tidak sama dengan perkataan yang baik yang keluar dari hati yang baik, meskipun kalimat yang diucapkannya sama-sama baik". Misalnya kalimat "Allahu Akbar". Bila kalimat ini diucapkan oleh orang-orang yang beriman, maka dapat dipastikan mengandung nilai ibadah, sedangkan bila diucapkan oleh orang-orang yang munafik, maka dapat dipastikan tidak mengandung nilai ibadah, karena tidak berpahala, akibat kemunafikan atau kekafirannya.

Kemudian yang dimaksud dengan “Perkataan yang baik yang keluar dari hati yang tidak baik adalah membahayakan”, yaitu perkataan manis yang diucapkan, misalnya, oleh seorang penipu. Sedangkan yang dimaksud dengan “Perkataan yang tidak baik yang keluar dari hati yang baik adalah menyelamatkan”, ysitu misalnya perkataan seorang guru terhadap seorang siswa yang tidak mentaati tata tertib sekolah. Di mana betatapun pahitnya perkataan guru tersebut bilamana diindahkan tentulah sangat bermanfaat dan sangat berguna bagi siswa, misalnya tidak dikeluarkan dari sekolah, sehingga ia dapat melanjtukan belajar sampai tamat belajar, yang berarti menyelamatkan masa depan dirinya (siswa) sendiri.

Surat Yayah Holiyah sebagaimana tersebut di atas adalah merupakan surat pertama yang diberikan kepada Ki Bandos, yang dijadikan sebagai dasar pengakuan atas kesalahan dirinya sendiri terhadap Ki Bandos yang pernah dilakukannya pada tanggal 5 Oktober 1981 di Kota Cilegon Serang Banten. Dengan kata lain bukan untuk membela diri atau untuk membenarkan apa yang telah diucapkannnya. Karena, Yayah Holyah berpedoman bahwa mengakui kesalahan yang memiliki dasar adalah lebih baik daripada mengaku benar tapi tanpa dasar.Adapun kalimat atau bait yang dijadikan dasar pengakuan atas kesalahannya adalah :

Sebutir biji rambutan, akan tumbuh sebatang pohon rambutan.
Sebutir biji durian, akan tumbuh sebatang pohon durian.
Sehingga tidak mungkin dari biji rambutan tumbu sebatang pohon durian,
dan tidak mungkin pula dari biji durian tumbuh sebatang pohon rambutan.

Kalimat-kalimat tersebut dipahami oleh Yayah Holiyah bahwa jika ada dari biji rambutan tumbuh sebatang pohon durian atau dari biji durian tumbuh sebatang pohon rambutan, maka di situ dapat dipastikan telah terjadi sebuah rekayasa. Setiap rekayasa adalah mengandung unsur penipuan. Setiap penipuan sekecil apapun pasti salah. Kesalahan sekecil apapun harus diakui dan disadari. Bila tidak diakui akan beraibat tidak baik bagi diri sendiri. Oleh karena itulah Yayah Holiyah mengaku bersalah terhadap Ki Bandos dan minta maaf lahir bathin.

Untuk selanjutnya, Yayah Holiyah mengingatkan pada Ki Bandos supaya menilai tentang dirinya secara proposional, objektif, apa adanya, apakah dirinya termasuk seorang gadis yang berhati baik atau mungkinkah  justeru sebaliknya, dan apakah perkataan yang pernah diucapkannya itu dilakukan karena terpaksa atau memang sudah menjadi kebiasaan bagi dirinya? Oleh karena itulah ia berkata :

Apabila hati yang baik mengeluarkan perkataan yang tidak baik
maka hal yang demikian itu adalah karena keterpaksaan
sedangkan hati yang tidak baik bila mengucapkan perkataan yang tidak baik
maka hal yang demikian itu adalah karena keterbiasaan

Jika Ki Bandos menilai dirinya termasuk seorang gadis yang berhati baik dan apa yang dilakukan atau yang pernah diucapkannya adalah karena terpaksa misalnya, maka Yayah Holiyah pun mengingatkan pada Ki Bandos bahwa permintaan maaf pada dirinya itu bukan atas dasar karena keterpaksaan dalam melakukan suatu perbuatan atau ucapan, melainkan karena atas dasar kesadaran bahwa dirinya telah melakukan pelanggaran terhadap perinsip-perinsip hidupnya yang telah ditanamkan oleh kedua orang tuanya. Hal ini diungkapkan dalam suratnya yaitu pada bait sebagai berikut :

Hati yang baik, akan mengeluarkan perktaan yang baik.
Hati yang tidak baik, akan mengeluarkan perkataan yang tidak baik.
Sehingga tidak mungkin hati yang baik ,
mengeluarkan perkataan yang tidak baik,
dan tidak mungkin pula hati yang tidak baik, 
mengeluarkan perkataan yang baik

Mengapa demikian? (Bersambung)

Senin, 10 Agustus 2009

ANALOGI CINTA 2

Kemudian, mengapa saya mengatakan bahwa kita sama sekali tidak dibenarkan mengkambing-hitamkan orang lain, apalagi menyalahkannya? Karena, segala sesuatunya bersumber dari hati sanubari dan diri kita sendiri. Pada saat dicinta misalya, hati kita akan merasakan bahagia bilamana di dalam hati kita ada rasa cinta. Sebaliknya, jika tidak ada rasa cinta, maka meskipun seribu orang mencintai dan meyayangi diri kita, hati kita tidak akan merasakan kebahagian apa pun juga. Itulah yang dimaksud dengan segala sesuatuya bersumber dari hati sanubari dan diri kita sendiri. Hal ini dapat diumpamakan segelas air madu dengan lidah kita. Bila lidah kita dalam keadaan normal, tentulah akan terasa manis dan lezat, tetapi kalau lidah kita dalam keadaan tidak normal (abnormal), maka dipastikan tidak akan dapat merasakan manisnya madu tersebut. Nah, kalau dalam kenyataannya lidah kita sendiri yang abnormal, mengapa kita harus menyalahkan orang lain? Lantas, bagaimana kalau gelas tadi berisi racun atau ampedu misalnya? Dari sini pun dapat dimengerti bahwa yang dapat merasakan atau mengetahui isi gelas itu adalah racun atau ampedu, hanyalah lidah yang normal, sedangkan lidah yang abnormal tidak akan dapat merasakannya sebagaimana ketika ia (lidah) mencicipi air madu. Dengan demikian lidah yang normal adalah lebih baik dari pada lidah abnormal. Maksudnya, lebih baik memiliki rasa cinta, meskipun tidak ada seorang pun yang mencintai diri kita, dari pada banyak orang yang mencintai diri kita, tetapi di dalam hati kita tidak ada rasa cinta. Sebab, hati yang tidak memiliki rasa cinta adalah kematian, sedangkan hati yang memiliki rasa cinta adalah kehidupan. Kehidupan adalah lebih baik daripada kematian.

Memang, menyalahkan diri sendiri adalah termasuk pekerjaan yang sangat sulit dan maha berat, tidak mudah dilakukan. Penulis pribadi selama puluhan tahun sampai sekarang belum bisa melakukan hal itu. Sedangkan mengkambing-hitamkan dan menyalahkan orang lain, teman, pacar, suami, isteri misalnya, adalah termasuk pekerjaan yang paling mudah dan gampang, kapan saja bisa kita lakukan. Namun, hendaklah diingat, bahwa perbuatan menyalahkan orang lain itu adalah termasuk perbuatan yang sangat merugikan diri kita sendiri di samping dapat menyakiti hati orang lain. Pertama, kita tidak akan pernah mengerti tentang kesalahan, kelemahan dan kekurangan diri kita, karena orang yang menyalahkan orang lain itu biasanya menganggap dirinya paling benar, lebih baik dan sebagainya, sehingga diri kita pun akan menghadapi kesulitan di dalam melakukan perbaikan dan meningkatan kwalitas hidup yang lebih bermanfaat dan berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi orang lian. Kedua, secara tidak langusng mengajari orang lain membenci diri kita. Kalau hanya membeci diri kita itu mendingan, tapi bahayanya kalau dia sampai membenci orang lain yang tak bersalah, tentulah akan berakibat lebih berat. Ketiga, dapat menyebabkan sirnanya benih-benih cinta yang kita miliki, karena menyalahkan seseorang itu biasanya didorong oleh rasa tidak suka (benci). Sifat benci dan sifat cinta adalah dua sifat yang berlawanan, yang tidak mungkin dapat bertemu dalam satu waktu dan tempat, perumpamaanya seperti siang dan malam. Dengan demikian tanpa di sadari kita telah menanamkan bibit-bibit kebencian ke dalam hati kita sendiri. Keempat, akan menimbulkan berbagai macam penyakit hati, seperti hasud, takabbur, riya, dan suka mencari-cari kesalahan orang lain. Kelima, kita tidak akan dapat merasakan manisnya cinta, karena hati kita sudah dipenuhi rasa kebencian. Keenam, hidup kita akan selalu diselimuti oleh rasa resah dan gelisah, tidak ada ketentraman hati, karena orang yang kita persalahkan cepat atau lambat akan melakukan pembalasan kepada kita baik berupa perbuatan maupun perkataan, Ketujuh, dapat mengikis habis sifat jujur yang ada pada diri kita, yaitu jujur dalam menilai diri sendiri dan jujur dalam menilai orang lain, padahal sifat jujur ini adalah merupakan salah satu syarat utama untuk bisa jejer, yaitu terjalinnya hubungan yang harmonis antara yang satu dengan yang lainnya, baik dalam kehidupan berumah tangga, bermasyarakat maupun berbangsa dan bernegara.

Itulah di antara akibat yang akan kita terima/derita bilamana kita sering kali menyalahkan orang lain. na'udzu billaahi min dzaalik.  Maka salah satu cara  supaya kita tidak mudah menyalahkan orang lain, ialah  hendaklah kita berpegang/berpedoman pada dua kata, yaitu PLUS dan MINUS. Plus dalam arti tambah, lebih atau kelebihan. Minus dalam arti kurang atau kekurangan. Plus kita gunakan untuk melihat kelebihan orang lain, sedangkan Minus kita gunakan untuk melihat kekurangan diri kita sendiri. Apabila kita mau bersikap jujur dan adil, tentulah kita akan mengetahui dan mengerti bahwa teman kita, saudara kita, pacar kita, suami kita, isteri kita dan lainnya, disamping ada kekurangannya juga pasti memiliki banyak kelebihan (plus). Begitu juga ketika kita menilai diri kita sendiri, disamping ada sedikit kelebihan, juga pasti banyak kekurangannya (minus), baik dalam masalah ilmu, amal perbutan, perilaku, kedudukan, harta kekayaan maupun lainnya. Dengan cara demikian, Insya Allah,  hawa nafsu kita, ego kita, kekerasan hati kita,  kesombongan kita, dengan mudah  akan dapat kita tundukkan dan kita kendalikan, sehingga kita pun tidak akan terlalu sulit untuk menghomati dan menghargai orang lain. Apabila kita sudah terbiasa menghormati dan menghargai orang lain dalam arti yang sebenarnya, yaitu dengan setulus hati, semata-mata karena mengharap ridlo Allah SWT., maka dengan sendirinya diri kita akan terhindar dari sifat-sifat yang tercela, misalnya: hasud, takabbur, buruk sangka, pengumpat, dan sebagainya. Dan dengan sendirinya pula sifat-sifat terpuji akan menghiasi diri kita. Misalnya, sabar, jujur, lapang dada, andap asor, selalu berbaik sangka  terhadap orang lain, dan lain sebagainya. Sehingga ketika kita melihat teman kita melakukan suatu  perbuatan yang tercela, mencuri misalnya, maka kita  pun tidak akan tergesa-gesa menghukumi mereka, melainkan hanya sekedar mencari  tahu atau menanyakan pada diri kita sendiri tentang sebab-musababnya kemudian melakukan tindakan nyata demi kebaikan mereka. Misalnya: "Mengapa dia melakukan hal itu?", atau "Apa sebabnya dia mencuri?" dan sebagainya.

Pada saat-saat seperti inilah, yaitu ketika teman kita melakukan perbuatan yang tercela, kelebihan  dan kemampuan kita akan  terukur dan teruji. Apakah diri kita betul-betul memiliki kelebihan atau mungkinkah justeru sebaliknya? Kalau memang diri kita memiliki kelebihan tentulah akan melakukan sesuatu yang berguna untuk mereka, memberikan solusi terbaik bagi mereka, sehingga mereka  terhindar atau berhenti dari kebiasaan-kebiasaan buruknya. Sebaliknya, jika kita tidak mampu melakukan  sesuatu pun untuk mereka,  maka  berarti diri kita pun sebenarnya sama saja dengan mereka, yaitu sama-sama  tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perbaikan. Oleh karena itu alangkah baiknya jika kita akui dengan setulus hati bahwa sesungguhnya diri kita ini tidak memiliki kelebihan atau kemampuan apa-apa, kecuali sedikit sekali. Dengan pengakuan semacam inilah kita akan bersikap hati-hati dan tidak mudah menyalahkan terhadap segala sesuatu yang dilakukan oleh orang lain yang kita anggap kurang baik.

(Bersambung ke : ANALOGI CINTA 3)

JANGAN SALAHKAN DIRIKU

Jangan salahkan diriku, bila aku mencintaimu,
karena cinta yng ada di dalam hatiku,
adalah anugerah dari Tuhanku dan Tuhanmu

Dan jangan salahkan diriku, bila aku menyayangimu,
karena kasih sayang yang berada di dalam hatiku,
adalah karunia dari Tuhanku dan Tuhanmu

Bila kau hendak membenci, bencilah aku
Bila kau hendak menyakiti, sakitilah hatiku
Bila kau hendak membunuh, bunuhlah diriku
Aku akan tatap mencinta dan menyayangimu
Karena cintaku padamu adalah cinta sejati ...

Lebih baik aku dibenci karena mencintaimu
dari pada dicintai tapi menyakiti hatimu
Dibenci karena mencintai, adalah kemenangan
Mencintai tapi menyakiti adalah pengkhianatan
Pengkhianatan adalah identik dengan kejahatan
Kejahatan adalah sumber berbagai penderitaan

Minggu, 09 Agustus 2009

ANALOGI CINTA 1

Seorang teman pernah mengusulkan kepada saya supaya situs Ki Bandos Nyantri diganti dengan nama Jalinan Cinta atau Jalinan Asmara. Alasannya karena sejak pertama kali aktif sampai hari ini, artikel-artikelnya lebih banyak bicara masalah cinta. Mulai dari artikel Dokter THT 1 sampai dengan artikel yang terakhir, yaitu Kusebut Namamu. Usulan ini termasuk usulan yang sangat bagus, karena dapat menggugah hati saya untuk menulis sebuah artikel di bawah judul ANALOGI CINTA. Di mana judul ini sebelumnya sama sekali tidak pernah terbayangkan dan tidak pula terpikirkan. Di samping itu, saya juga tidak pernah merencanakan untuk menerangkan masalah cinta, definisi cinta, pengertian cinta, hikmah atau manfaat dari sebuah cinta, karena saya bukan orang yang ahli dalam bidang itu. Akan tetapi karena ada usulan dari temanku tadi (meskipun yang sebenarnya bukan dimaksudkan untuk menyuruh menulis artikel yang berkaitan dengan masalah cinta), namun karena masalah cinta ini penting untuk dibacarakan, maka saya akan mencoba untuk menguraikannya sesuai dengan pemahaman yang ada pada diri saya. Apa saja manfaat dan hikmah dari sebuah cinta yang dimiliki oleh seseorang dan apa akibatnya bila seseorang di dalam hatinya tidak ada rasa cinta atau benih-benih cinta?. Kemudian, di bagian akhir artikel ini akan diketengahkan beberapa ayat-ayat Al Qur’an sebagai bahan renungan, dengan harapan semoga kita dapat mengerti betapa pentingnya sebuah cinta sebagai bekal utama dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini.

Di dalam kitab Hikayah Al-Alamiyyah diterangkan bahwa cinta itu ada empat macam, yaitu : Pertama,. cinta kepada Allah Azza Wa Jalla, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kedua, cinta kepada seorang isteri atau suami. Ketiga, cinta kepada anak keturunan, cucu, buyut dan seterusnya. Dan yang terakhir atau yang Keempat, ialah cinta kepada sanak saudara, sanak keluarga, kerabat, teman atau sahabat karib lainnya. (Saya pernah membaca kitab ini sekitar 4 tahun yang lalu di rumah seorang teman. Oleh karena itu bila ada kekeliruan di dalam menyebut judul atau nama kitab dan mengenai macam-macam cinta, saya minta maaf lahir dan bathin. Terima kasih.)

Cinta terhadap seorang isteri atau suami, akan dapat mendatangkan kebahagiaan baik lahiriyah maupun bathiniyah. Kebahagiaan lahiriyah, misalnya pada waktu berjalan bersama  atau sedang duduk bersanding  berduaan dan bersenda gurau di depan beranda rumah. Sedangkan kebahagiaan bathiniiyah ialah kebahagiaan ketika berada di tempat tidur, yaitu pada saat melakukan hubungan titik-titik. Di mana kebahagiaan ini adalah merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidup di dunia. Namun, kebahagiaan dari seorang isteri atau suami ini hanya bersifat sementara yaitu pada saat ia masih hidup bersama dalam sebuah ikatan rumah tangga. Sedangkan bila salah satunya telah meninggal dunia atau bercerai misalnya, maka kebahagiaan yang pernah dialaminya itu seakan-akan tak pernah ada. Adapun cinta terhadap sanak saudara hanya akan memberikan kebahagiaan lahiriyah saja. Sehingga betatapun kita cinta dan sayangnya kepada mereka, mereka tidak mungkin dapat memberikan kebahagiaan bathiniyah sebagaimana kebahagiaan bathiniyyah yang diperoleh dari seorang isteri atau suami yang saling mencintai dan menyayangi. Begitu juga cinta terhadap anak keturunan, kerabat, sahabat atau pun teman dekat lainnya. Maka untuk memperoleh kebahagiaan lahiriyah dan bathiniyah yang kekal abadi adalah kita wajib beriman dan bertakwa serta cinta kepada Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih, Pencipta alam semesta.

Dari sekelumit uraian tersebut dapat diketahui bahwa cinta yang dimiliki oleh seseorang akan dapat menghantarkan dirinya ke sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan baik lahiriyah maupun bathiniyah, baik yang bersifat sementara maupun yang bersifat kekal abadi. .Dan dapat pula dimengerti bahwa cinta memiliki peranan yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Dengan bermodalkan cinta setulus hati, banyak sekali orang-orang yang dapat menjalin hubungan cinta sejati, dan terikat dalam sebuah ikatan mulia nan suci, yang disebut ikatan sebagai suami isteri, kemudian melahirkan anak keturunan yang banyak sekali, memenuhi alam dunia ini. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa cinta adalah merupakan kelangsungan hidup bagi manusia. Sebab, bila tanpa didasari dengan rasa cinta walau hanya sebesar biji sawi misalnya, niscaya manusia tidak akan mungkin mau bersedia untuk hidup bersama, berduaan, hidup seia sekata dalam mahligai rumah tangga. Sehingga, tak mungkin pula seorang perempuan dapat melahirkan seorang anak, bila dirinya tidak pernah melakukan hubungan titik-titik dengan seorang lelaki. Bila seorang wanita tidak melahirkan seorang anak pun jua, maka tentu dunia ini akan menjadi ruangan maha luas tapi hampa dan sepi karena tidak ada manusia. Dengan demikian, sekali lagi saya katakan bahwa cinta adalah merupakan kelangsungan hidup bagi ummat manusia.

Dan dengan rasa cinta yang dimilikinya, banyak sekali di antara saudara-saudara kita yang berjuang mempertaruhkan jiwa dan ragannya serta harta bendanya semata-mata demi membela agama, nusa dan bangsanya, sehingga lahirlah bunga-bunga bangsa yang disebut pahlawan nasional. Dengan demikian tidaklah berlebihan bila saya mengatakan bahwa cinta adalah merupakan sumber kekuatan dan perjuangan untuk memerangi kejahatan dan penjajahan di muka bumi ini, khususnya Negara Republik Indonesia yang kita cintai ini. Bila tidak ada seorang pun yang memiliki rasa cinta terhadap negera, agama, nusa dan bangsanya, niscaya kehidupan kita saat ini berada di bawah kaki-kaki penjajah yang tak berperikemanusiaan, yang kekejamannya sangat menyakitkan hati orang-orang yang tak berdosa. Tapi, dengan berkat perjuangan mereka, jadilah bangsa dan negara kita sebagai bangsa dan Negara yang merdeka. Dan kita pun dapat hidup tenteram, aman dan bahagia di dalamnya.

Serta dengan rasa cinta pula, tidak sedikit di antara saudara-saudara kita yang menyingsingkan lengan bajunya untuk mempelajari dan memperdalam berbagai macam cabang ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum, sehingga lahirlah lentera-lentera bangsa yang disebut ulama, kiyai, ustadz dan atau sarjana, guru, dosen dan sebagainya. Dari merekalah kita mengerti tentang huruf-huruf hijaiyah, huhurf-huruf abjad, a-i-u-e-o, dan dari mereka pula-lah kita dapat membedakan barang yang halal dari yang haram. Dan dapat pula membedakan yang baik dari yang buruk. Apabila tidak ada seorang pun yang mempelajari dan memperdalam ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan uimum, niscaya hidup kita saat ini berada dalam kegelapan dan bergelimang dalam kesesatan penuh kenistaan. Dalam filsafat islam dikatakan bahwa apabila tanpa ilmu niscaya manusia itu seperti binatang. Dengan demikian, dapatlah kita katakan bahwa cinta adalah merupakan sumber ilmu pengetahuan.

Di samping itu, cinta juga dapat berguna sebagai obat yang paling mujarab bagi orang-orang yang masih hidup sendirian, karena belum punya pacar, alias masih ngejomblo, di mana hati mereka selalu diselimuti oleh rasa kesepian yang mendalam, rasa kebosanan hidup, jemu, kebekuan hati dan sebagainya Tapi, dengan bercinta hati mereka menjadi senang gembira. semangat hidup pun semakin menigkat, dan bekerja pun bertambah giat, karena selalu di dampingi oleh sang kekasih yang semakin hari bertambah lengket. Meskipun berjauhan misalnya, tetapi hati mereka tetaplah berdekatan karena adanya rasa cinta dan kasih sayang. Dengan demikian, dapatlah kita sebut bahwa cinta adalah sebagai obat kesepian., sebagai obat kejemuan, obat kebekuan, dan sebgai obat kebosanan hidup di alam dunia ini. Oleh karena itu, bagi mereka yang belum punya kekasih, hendaklah segera mencari sang kekasih, supaya hidup mereka lebih berarti dan berguna.

Namun demikian, tidak selamanya bahwa cinta itu dapat mengantarkan seseorang ke taman kebahagian dan kesenangan, melainkan ada juga cinta yang melemparkan si pemilik cinta ke jurang penderitaan dan kenistaan serta kesengsaraan. Sehingga banyak sekali di antara mereka yang bermain cinta itu berputus asa pada saat putus cinta, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang mati bunuh diri, gantung diri, minum racun serangga dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, alangkah baiknya jika gadis-gadis dan pemuda-pemuda serta ibu-ibu rumah tangga maupun bapak-bapak yang sudah berkeluarga, mengetahui dan mengerti tentang cinta, makna cinta, dari mana ia (cinta) datang, dan bagaimana cara menghadapi permasalahan cinta, bagaimana pula caranya supaya dapat merasakan manisnya cinta, siapa yang lebih berhak untuk dicintai dan di sayangi. serta apa saja yang harus dihindari agar cinta yang telah bersemi itu tidak cepat layu, melainkan supaya tetap tumbuh dan berkembang hingga kita dapat menikmati manisnya cinta.. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, Insya Allah, hati kita akan menjadi tenang, jiwa kita pun akan memiliki kekuatan ketika menghadapi kenyataan pahitnya cinta, sehingga kita tidak mudah mengkambing-hitamkan orang lain, apalagi menyalahkannya, dan terutama sekali tidak mudah putus asa. Karena sifat putus asa ini adalah termasuk salah satu sifat yang sangat dibenci oleh Sang Maha Pencipta.

Sebenarnya untuk menerangkan masalah cinta itu bukan hal yang mudah, melainkan sangat sulit. Karena, makhluk yang bernama cinta itu tidak pernah kelihatan, tidak kasat mata. Entah warnanya seperti apa, tidak ada yang tahu. Begitu juga bentuknya, apakah bulat, lonjong atau segitiga, tidak ada yang berani memastikan, termasuk saya sendiri. Oleh karena itu cinta tidak bisa direkayasa atau diproduksi, dan juga tidak bisa diperjual-belikan, kecuali oleh mereka yang mata duitan. Tetapi anehnya, semua orang pernah merasakan kehadirannya, bahkan mereka sangat senang sekali bila cinta mereka bersemi.

Dari kata “bersemi” inilah kita mulai berdiskusi tentang makhluk yang bernama cinta itu. Kata “bersemi” semakna dengan kata tumbuh, di mana kata “tumbuh” ini sebenarnya hanya berlaku untuk makhluk hidup, misalnya tanam-tanaman atau tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, tapi dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah “bila cinta bersemi …”, dan sebagainya, yang berarti semua orang telah sepakat bahwa cinta itu seakan-akan termasuk makhluk hidup, meskipun sebenarnya tidak termasuk makhluk hidup. Oleh karena itu, mari kita analogikan makhluk yang bernama cinta ini dengan tumbuh-tumbuhan atau tanam-tanaman, supaya kita memperoleh sebuah gambaran tentang cinta, kemudian menjaga dan memeliharanya sepanjang hayat di kandung badan.

Untuk melengkapi peng-analogi-an, mari kita perhatikan pantun berikut ini :
Dari mana datangnya lintah,
dari sawah turun ke kali.
Dari mana datangnya cinta,
dari mata turun ke hati,

dan sebuah peribahasa : “Bila cinta sudah melekat, kotoran kuda terasa seperti coklat”.

Dari sini kita sudah memperoleh sebuah gambaran tentang asal-usul datangnya cinta, yaitu dari mata turun ke hati, kemudian diperjelas dengan sebuah peribahasa bahwa cinta itu melekat , yaitu melekat di dalam hati.

Analogi 1 : Cinta Yang Kita Miliki
Cinta = tanaman
Hati = media tanam/tanah
Kita = Petani

Segumpal hati adalah laksana sebidang tanah, benih-benih cinta adalah laksana benih tanaman. Hadup dan matinya tanaman, tergantung pada tanah tempat ia di tanam. Bila tanahnya subur, maka tanamannya pun akan hidup subur pula. Bila tanahnya gersang, kering, tercemar, maka tanamannya pun akan hidup merana, lambat laun akan menjadi layu dan kemudian mati ditelan masa. Demikian pula benih-benih cinta yang berada di dalam hati kita. Bila hati kita lemah lembut, maka benih-benih cinta kita pun akan bersemi, tumbuh dan berkembang dengan subur, sehingga kita akan dapat merasakan segala sesuatunya menyenangkan hati sanubari. Sebaliknya, bila hati kita kasar, keras, kaku, maka cepat atau lambat rasa cinta yang kita miliki akan sirna sepanjang masa, sehingga segala sesuatunya, baik yang terlihat maupun yang terdengar, akan terasa menyesakkan dada, karena hati kita tak suka padanya. Na’udzu billahi min dzaalik.

Lantas, bila tanamannya mati, siapa yang harus bertanggung jawab dan siapa pula yang menderita kerugian? Jawabannya : Pak Tani. Bila cinta kita sirna, siapa yang harus bertanggung jawab dan siapa pula yang menanggung resiko? Jawabannya : Kita sendiri. Berarti, kita sama sekali tidak dibenarkan mengkambing-hitamkan orang lain, apalagi menyalahkannya. Hal ini penting sekali untuk dimengerti dan diketahui serta dipahami oleh setiap orang, karena segala sesuatu terlihat indah atau pun tidaknya, sangat bergantung pada pandangan mata kita sendiri, bukan berasal dari pandangan mata orang lain. Di mana dengan melihat sesuatu yang indah itulah, hati kita akan merasa senang dan gembira, terhibur karenanya. Bila yang kita lihat adalah seorang gadis cantik rupawan misalnya, maka hati kita pun akan menjadi terpikat, merasa senang dan gembira serta bahagia, sehingga kita tak bosan-bosan menatap dan memandang kecantikannya, bahkan sangat mungkin hati kita akan jatuh cinta setengah mati, dan merindukannya sepanjang hari, padahal kita belum tahu apakah dia itu cinta pada kita, atau mungkin sebaliknya, benci misalnya. Tapi mengapa hati kita jatuh cinta padanya? Karena di dalam hati kita telah tertanam benih-benih cinta yang kemudian bersemi pada saat pandangan mata kita melihat sesuatu yang menyenangkan hati. Perumpamaannya adalah seperti benih-benih tanaman yang telah tertanam kemudian bersemi pada saat musim hujan tiba.

Dengan demikian, dapatlah diketahui bahwa rasa cinta, rindu, kasih sayang dan sebagainya, yang kita rasakan, itu adalah berasal dan bermula dari hati sanubari kita sendiri. Sehingga kita tidak mungkin jatuh cinta pada seseorang bila di dalam hati kita tidak ada benih-benih cinta. Hal ini dapat kita ketahui dari seseorang yang sangat kita cintai dan kita rindukan, tetapi orang yang kita cintai itu sama sekali tidak mencintai diri kita, malah sangat benci pada kita. Mengapa? Karena di dalam hati orang yang kita cintai itu tidak ada benih-benih cinta untuk kita. Atau sebaliknya, ketika ada seseorang yang sangat mencintai dan menyangi diri kita, sementara kita sendiri sedikit pun tidak ada rasa cinta padanya. Maka apakah kita akan merindukan dia? Tentu tidak akan rindu sama sekali. Jadi, dicintai belum tentu menyenangkan hati, dibenci belum tentu menyakitkan hati, karena semuanya masih bergantung pada situasi dan kondisi.
(Bersambung ke : ANALOGI CINTA 2)

Jumat, 07 Agustus 2009

YES and NO

Adalah sebuah kenyataan bahwa setiap manusia memiliki sifat keinginan dan kemauan sehingga menyukai segala sesuatu yang menyenangkan hatinya. Harta kekayaan, kedudukan dan jabatan, serta wanita adalah merupakan sesuatu yang sangat diimpi-impikan dan didamba-dambakan oleh setiap orang. Namun, di antara segala sesuatu yang disenangi itu, terdapat sebuah kata yang lebih disukai dan sangat disenangi melebihi dari yang lainnya. Di samping itu terdapat pula sebuah kata yang tidak disukai bahkan sangat dibenci oleh setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang-orang tua, orang miskin maupun orang kaya, perangat desa maupun pejabat tinggi negara. Adapun kata-kata yang paling disenangi dan disukai oleh setiap orang ialah "Yes ...", sedangkan kata-kata yang sangat dibenci atau tidak disukai ialah "No ..."
Apabila kita tidak hati-hati dan waspada terhadap kata-kata tersebut, maka tidaklah mustahil bila di suatu saat nanti kita akan menjadi korban akibat perkataan Yes and No, sehingga terjerumus ke jurang kenistaan dan penyesalan, kesengsaraan dan penderitaan, lahir dan bathin. Oleh karena itu hati-hatilah ... dan waspadalah .....! Janganlah terlalu bangga bila mendapatkan jawaban "Yes", dan janganlah berkecil hati jika menerima jawaban "No". Hadapilah keduanya secara biasa-biasa saja, santai saja, supaya tidak menyesal di kemudian hari.
Sebagai mitsal : Seorang pemuda yang jatuh cinta terhadap seorang gadis, dan pemuda tadi mengungkapkan isi hatinya bahwa ia cinta padanya. Jika sang gadis yang di taksirnya itu menjawab "Yes ..", maka sudah barang tentu pemuda tadi akan merasa senang dan bahagia, riang gembira tiada tara, karena cintanya telah diterima oleh seorang gadis yang sangat dicintai dan disayanginya, dan dia pun merasa bahwa dunia ini seakan-akan hanya milik mereka berdua. Akan tetapi, bila sang gadis tadi menjawab "No ...", maka dia akan merasa kecewa dan berputus asa, karena cintanya ditolak mentah-mentah oleh sang gadis yang sangat dicintainya, sehingga dunia yang luas ini akan terasa sempit bagi dirinya, bagaikan selembar daun kelor. Bila hal ini terjadi terus menerus, berulang sampai seratus kali misalnya, tentulah sang pemuda menjadi kapok pok golipok, dan mungkin untuk selamanya tidak akan pernah menyatakan cinta lagi kepada gadis manapun jua. Kalau hanya sekedar merasa kecewa atau hanya sebatas putus asa dan kapok pok golipok, maka hal yang demikian itu adalah lebih baik bagi dirinya. Akan tetapi, bagaimana kalau pemuda tadi sampai bunuh diri ....? Tentu tamatlah sudah riwayat hidupnya. Sungguh mengerikan ....! Itulah dampak positif dan negative dari sebuah kata "Yes and No".
Mitsal yang kedua : Seorang suami yang ingin melakukan hubungan intim dengan isterinya yang tersayang. Bila sang isteri menjawab “Yes …, siap siaga …”, maka sang suami pun akan merasa bahagia dan menganggap isterinya sebagai isteri yang baik dan setia. Tetapi jika sang isteri menjawab : “No …”, maka sang suami akan merasa kecewa dan hatinya pun merana, sepanjang malam pikirannya tidak tenang karena keinginannya tidak tersalurkan. Bahkan tidaklah mustahil bila sang suami akan menggap bahwa isterinya tidak setia dan bukanlah isteri yang baik. Bila hal ini terjadi terus menerus, sang suami pun akan sering keluar malam, mencari gadis jalanan yang sekiranya dapat memuaskan hawa nafsunya, tanpa mempertimbangkan halal dan haramnya. Hal yang demikian itu adalah lebih baik bagi keduanya, karena keutuhan rumah tangga akan tetap terjaga. Tetapi, kalau sampai bogem mentah menabrak wajah sang isteri … apalah jadinya? Tentulah keutuhan rumah tangga akan menjadi berantakan, dan anak-anaknya pun akan menjadi korban akibat dari sebuah perkataan yang tidak disukainya, yaitu kata-kata “No …”.
Mitsal yang ketiga: Seorang isteri ketika minta uang belanja kepada suaminya untuk membeli kebutuhan rumah tangga, bumbu dapur misalnya, atau untuk membeli bedak, gincu, pakaian dan perhiasan lainnya. Jika sang suami menjawab “Yes …”, dalam arti memenuhi segala permintaan isterinya, maka sang isteri pun akan tersenyum manis dan merasa bahagia serta akan menganggap suaminya sebagai suami yang terbaik sedunia. Akan tetapi jika sang suami menjawab “No …”, dalam arti tidak memenuhi permintaan isterinya, tentulah sang isteri akan merengut betatut, susah dan gelisah. Jika tersenyum, senyumannya pun terlihat kecut, dan menganggap suaminya sebagai suami yang tidak cinta dan tidak sayang pada dirinya. Bila hal ini terjadi terus menerus, tentulah kehidupan rumah tangga akan terasa gersang dan panas seperti di dalam api neraka. Bahkan tidaklah mustahil bila di kemudian hari sang isteri akan mengajukan gugatan cerai ke Kantor Pengadilan Agama karena menganggap suaminya sebagai suami yang tidak setia dan tidak bertanggung jawab. Kalau hanya menggugat atau minta cerai, maka tindakan yang demikian itu adalah merupakan tindakan yang terbaik karena sangat berguna bagi keduannya. Akan tetapi … kalau sang isteri sudah sampai menjual barangnya yang satu itu tuh …, demi memperoleh uang receh misalnya, yang berarti terjerumus ke dunia hitam, maka tentulah sangat berbahaya bagi kehidupan bahtera rumah tangganya dan terutama mengenai nasab keturunan anak-anaknya, karena anak yang berada di dalam kandungannya itu berasal dari dua orang lelaki yang berbeda, yaitu suaminya sendiri dan dari lelaki lain yang pernah membeli barang miliknya, di mana semuanya itu terjadi bermula dari sebuah perkataan yang tidak disukainya, yaitu kata-kata “No ..”

Minggu, 02 Agustus 2009

KUSEBUT NAMAMU

Ku sebut namamu sepanjang hari
Di atas dataran tinggi hati ini
Lalu ku berjalan ke lembah hatiku yang dalam
Memanggil-manggil dirimu sepanjang malam

Adakah ... kau mendengarkan .. ?
Atau ...
Mungkinkah kau sengaja membiarkan,
diriku tenggelam dalam gelombang kerinduan?

Ooh ...
Jangan ....
Janganlah kau biarkan diriku tenggelam ...
Tetapi ...
Berilah aku kesempatan ...
Untuk menatap wajahmu ...
Walau hanya dalam angan-angan.

Selasa, 28 Juli 2009

Dialog Burung Merpati 1

Sebagaimana pernah saya katakan bahwa guruku bukan hanya satu, melainkan lebih dari seribu ..., maka salah satunya adalah Burung Merpati atau Burung Dara. Dari burung merpati ini banyak sekali pelajaran-pelajaran yang sangat berharga dan berguna, baik dalam masalah cinta, kasih sayang, kesetiaan, kejujuran, perjuangan dan lain sebagainya. Sehingga, tidaklah bijaksana apabila pelajaran-pelajaran yang sangat berharga itu dilewatkan begitu saja apalagi disia-disiakannya.

Kelebihan Burung Merpati dari burung-burung lainnya adalah : Pertama, burung merpati pernah menjadi juru penyelamat sebatang pohon zaitun pada saat terjadinya banjir taofan di jaman Nabi Nuh a.s., sehingga sejak saat itu burung ini dijadikan lambang Kehidupan. Kedua, burung merpati pernah dijadikan ekperimen oleh Nabi Ibrahim a.s. ketika beliau ingin mengetahui proses kebangkitan dari kematian. Sejak kejadian ini, burung merpati dijadikan lambang perjuangan, pengorbanan dan kesetiaan. Ketiga, burung merpati bersahabat dekat dengan manuisa, oleh karena itu burung merpati dijadikan lambang persahabatan. Keempat, burung merpati dapat mengenali pasangannya dari jarak puluhan, ratusan bahkan ribuan meter. Kelima, burung merpati dapat membedakan mana pasangannya dan mana pula yang bukan pasangannya. Keenam, burung merpati memiliki daya ingat yang kuat.

Dalam artikel Dialog Burung Merpati ini banyak sekali hal-hal (kalimat-kalimat) yang berlebihan, tidak masuk akal, mengada-ada, omong kosong dan lain sebagainya. Betul, saya akui. Namun, hendaklah diketahui bahwa tujuan dari artikel ini adalah menganalogikan suata keadan, peristiwa, kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari, baik yang pernah saya lihat, saya alami, saya rasakan maupun yang dialami oleh orang lain.

Di antara kalimat yang termasuk mengada-ada atau berlebihan adalah seperti ketika Burung Merpati berkata : "... kuangkat sebuah batu besar sebesar kapal perang, kemudian kuletakkan di depan pintu gua hantu, supaya sang Tikus tidak bisa keluar dan mati kelaparan ..." Setelah batu itu diletakkan di depan pintu gua hantu, Sang Tikus yang berada di dalamnya tertawa terbahak-bahak dan berkata : "Hahaha ... ! Aku kan, pakar bobol membobol pintu orang.."

Makna kalimat yang dianggap berlebihan dan mengada-ada sebagaimana tersebut, adalah : betapapun hebat dam kuatnya sistem keamanan baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat maupun negara, bila segerombolan pencuri beraksi, maka pada akhirnya akan kecolongan juga. Di samping itu, kata "Gua Hantu" pun mengandung makna tersendiri.

Demikian. Selamat membaca ....!

Aku adalah Burung Merpati,
terbang tinggi setiap hari.
Hutan rimba jurang yang terjal sering kali aku lewati,
demi menikmati indahnya pemandangan alam raya ini.

Jantung hati dan dagingku lezat sekali,
bagi orang-orang yang menyukai.
Sangat berguna bagi kesehatan jasmani,
karena dagingku mengandung banyak gizi.

Warna buluku indah sekali,
sedap dipandang mata dan menyenangkan hati,
bagi mereka yang memiliki jiwa seni.
Seni Lukis dan Seni Tari,
Seni Tulis dan Seni Beladiri.
Seni Pahat dan Seni Menjalin Hubungan Cinta Sejati.

Aku adalah burung Merpati alias Burung Dara. Namaku Tawa. Nama isteriku Tiwi. Kedua orang tuaku bernama Tawa Tiwi. Aku tidak punya mertua, sehingga tidak punya nama. Sedangkan nama anakku Tawa. Bukan Tawa Tiwi. Karena anak perempuanku yang bernama Tiwi telah meninggal dunia pada saat ia masih bayi akibat masuk angin. Mbah dukun bilang angin duduk.

Maklum, rumahku sangat kecil. Kecil sekali. Tanpa kamar tidur, tanpa dapur, dan tanpa kamar mandi. Apalagi tempat jemur, maka dapat dipastikan tidak ada, sebab aku tidak pernah punya fulus sehingga tidak pernah beli baju, sarung maupun lainnya. Rumahku terletak di atas atap rumah milik sahabatku, yang biasa dipanggil Om Syekh. Om Syekh itu termasuk sahabat karib Ki Bandos. Dinding rumahku terbuat dari papan bekas, yang ditambal dengan kardus bekas pula. Sedangkan atap rumahku terbuat dari seng bekas yang sudah bolong-bolong, sehingga jika musim hujan datang, rumahku seringkali kebanjian, seperti banjir bandang.

Kebetulan, pada hari kelahiran anakku itu sedang turun hujan lebat. Membuat badanku terasa kedinginan. Guntur dan kilat bersahut-sahutan, datang dan pergi silih berganti, yang membuat diriku ketakutan, yaitu takut mati. Disertai dengan angin kencang, yang besarnya seperti angin ribut, bahkan seperti angin puting beliung. Pada saat itu, lantai rumahku penuh dengan air setinggi lutut kakiku, tempat tidur anak dan isteriku terendam air, sehingga anakku yang baru berumur satu hari itu basah kuyup, kedinginan dan masuk angin, yang akhirnya meninggal dunia pada malam jumat kliwon.

Sebagai Sang Ayah, aku sudah berusaha untuk menolong dan menyelamatkan jiwa anakku supaya tetap hidup, tumbuh dan berkembang hingga dewasa, berpacaran dan bermain cinta seperti diriku ketika aku masih muda. Oh sungguh ..., alangkah bahagianya hatiku, jika anak-anakku kelak menjadi anak-anak yang sholeh dan sholihah, berbakti kepada kedua orang tua, berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Kebahagiaanku juga pasti akan bertambah, bila anak-anakku bisa keliling dunia, menikmati panorama alam semesta. Oleh karena itu, aku berusaha sesuai kemampuanku untuk mengobati anakku yang sedang sakit masuk angin itu dengan memberikan obat tradisional yang aku buat sendiri, yaitu bawang putih dan bawang merah digerus pakai erus sampai halus, dicampur dengan minyak kayu putih. Lalu dioles-oleskan pada kedua telapak kakinya supaya badannya hangat dan angin duduknya segera kabur. Bahkan, seorang dokter pun sudah aku hubungi, kupanggil lewat pesawat telepon rumah milik sahabatku. Akan tetapi, karena memang pada malam itu turun hujan belum juga reda, sementara rumah pak dokter juga sangat jauh, sedangkan di jalan raya banyak sekali pohon yang tumbang akibat terjangan angin kencang, maka pak dokter pun terlambat datang, sehingga nyawa anakku tak tertolong. Ia menghembuskan nafas terakhirnya satu menit sebelum pak dokter tiba di rumahku, yaitu sekitar pukul 12 malam.

Atas kematian anak perempuanku itu, hatiku susah resah dan gelisah, serta menanggung berbagai macam penderitaan yang tiada tara, bahkan aku ingin sekali menangis dan menjerit-jerit sesuka hati. Demikian pulu isteriku, Tiwi, yang sangat kucintai dan kusayangi. Dia selalu menangis dan menangis, serta mengiba-iba kepada-Nya supaya anaknya yang sudah tidak bernyawa itu dihidupkan-Nya kembali. Terlihat pula olehku, wajahnya pucat pasi, dan badannya pun lemah sekali, karena baru saja melahirkan, di mana pengalaman ini merupakan pengalaman yang pertama bagi dirinya semenjak dia menikah dengan diriku beberapa puluh tahun yang lalu. Sementara itu, anak lelaki-ku yang bernama Tawa, juga ikut bersedih dan menangis tersedu-sedu, bahkan tampak pada wajahnya kesedihan yang sangat mendalam, sehingga membuat hatiku semakin pilu dalam kesedihan. Dan terutama sekali, ketika ia mengucapkan sebuah perkataan yang belum pernah kuucapkan sepanjang umur hidupku. Dengan penuh kasih sayang dan kesungguhan hati, dia mengusap-ngusap wajah kekasihnya yang terbaring kaku di atas amben yang sangat sederhana tapi bersahaja itu, dan berkata : "Wahai kekasihku ..., kau tinggalkan diriku seorang diri ..., kau pergi sebelum diriku membahagiakan dirimu ..., maafkanlah ... diriku ... ya .. sayang..?"

Kesedihanku semakin menjadi-jadi ketika jasad anak-ku yang belum sempat ku-kuburkan itu dicuri oleh Sang Tikus berbadan kurus, menjelang tabuh beduk subuh. Melihat kejadian ini, isteriku menangis dan menjerit-jerit sambil memanggil-manggil diriku yang sedang membersihkan lumpur lapindo di belakang rumahku. Dengan sisa-sisa suaranya yang hampir kekeringan karena semalaman menangis terus-terusan, dia bekata : "Mas Tawa ..., mas Tawa ..., anakku ..., anakku, Tiwi ..., dicuri Sang Tikus ...!" "Ya ampun ...", kataku, sambil berlari-lari mencari dan mengajar Sang Tikus yang sedang lari terbirit-birit menuju dan masuk ke sebuah lubang paralon yang terletak di kolong jembatan kereta api kali mandraguna.
(Bersambung)

Kamis, 23 Juli 2009

GADIS PENYAIR

Terdengar sayup-sayup dari seberang lautan
Sebuah nyanyian indah laksana nyanyian syurga
Dilantunkan oleh seorang Gadis Penyair Mahkota Dewa
Dengan suaranya yang merdu dan mempesona

Karena keindahannya itu, hatiku menjadi terpikat
untuk mendengarkannya dari jarak lebih dekat
Jiwa raga kucurahkan dengan penuh semangat
Terbang tinggi melayang-layang dan mendekat

Setelah dekat ...
Hatiku pun berseru ...
Aduh hai ....!
Dia sedang menyanyikan lagu "Tentang Cinta"
Syairnya indah gemerlapan bagaikan air permata
Bait-baitnya pun selalu diawali dengan kata cinta
Dan diakhiri syair itu dengan kata : "Betapa indahnya cinta ... "

Sehingga ....
Seakan-akan Gadis Penyair itu, sedang ...
mendambakan keutuhan jalinan asmara

Ketika aku tanya : "Siapa yang kau cinta ...?
Dia menjawab : "Yang bertanya ..".

Mebuat diriku semakin tergila-gila
Pada dirimu ...!

Rabu, 22 Juli 2009

Suara Hatiku

Seandainya pada malam yang sunyi ini
kau berada di sisiku
Kan kugenggam jemari tanganmu
tuk menumpahkan isi hatiku

Wahai gadis manis ... !
Dengarlah suara hatiku
Aku cinta padamu
Aku menyayangimu
Mengapa kau tetap membisu
Mungkinkah hatimu ragu ...?

Katakanlah .... kisah cinta ini
Kisah nan suci dan menawan hati
Aku ingin segera jawabanmu
Hatiku menanggung rindu ...!

Selasa, 21 Juli 2009

Di Hari Ulang Tahunmu

Ku-rangkai bunga-bunga cinta, dalam sehelai benang asmara
Ku-ukir lambang kesetiaan, berupa sepasang burung dara
Lalu kusimpan dalam taman keindahan, bernama telaga kerinduan
Yang kupersembahkan pada gadis cantik jelita, berasal dari kota Surabaya
Pada hari ulang tahunnya, yang ke duapuluh tiga.

Wahai ... gadis ayu ...!
Hanya inilah yang dapat kupersembahkan pada dirimu
Sebagai ungkapan hati dari seorang lelaki yang berusia senja ini
Semoga dapat memberi arti bagi hidupmu sampai akhir nanti
Sejahtera dan bahagia atas ridlo Ilaahi Robbii.

Selamt Ulang Tahun Yaa ...  Sayang ...

Senin, 20 Juli 2009

Mengenai Suratmu

Kau Tulis surat untuk diriku ...
Sekitar 5 tahun yang lalu
Ingin sekali kubalas suratmu itu
Tapi aku merasa malu ....

Guratan penamu lembut ..., se-lembut hatimu
Gaya bahasamu anggun ..., se-anggun dirimu
Tutur katamu santun ..., se-santun keperibadianmu
Membuat diriku malu ... pada dirimu.

Tinta hitam menghiasi kertas putih ... berkemilau
indah mempesona aksara Jawa ..., suratanmu
laksana pesona kecantikan raut wajahmu
yang tersembunyi di balik kerudung hitam,
busana keimanan dan ketakwaan hatimu
Membuat diriku semakin malu ... padamu.

Percayalah ...!
Hingga kini suratmu masih tersimpan ...
Di sebuah tempat yang paling aman ...
Kujaga sepanjang hari dan malam ...
Sebagai bukti kesetiaan.

Dengarlah ... !
Sekali jatuh cinta ... tetaplah cinta ...
sayang dan setia untuk selamanya ...
Lima tahun sudah ... kau tulis surat itu ...
Namun, sampai detik ini ... suratmu tetap berada di sisiku ...
yang selalu kubaca setiap kali aku rindu ...
pada dirimu ...!

Sungguh ...
Diriku pun selalu bertanya-tanya dalam hati ...
Mengapa ... hanya suratmu ...
yang mendampingi hidupku ini ..,???

Rabu, 01 Juli 2009

Guruku Bukan Hanya Satu

Kutulis sebuah kalimat, yang kiranya dapat memberi manfaat, bagi mereka yang ingin selamat, baik di dunia maupun di akhirat. Kalimatnya pun sangat singkat tapi padat, mudah dihafal dan diingat, baik oleh pejabat maupun pekerja berat, selama mereka berakal sehat : Guruku bukan hanya satu, melainkan lebih dari seribu, hari-hariku yang telah berlalu, adalah termasuk guruku. Gu artinya bisa digugu, ru artinya dapat ditiru. Digugu nasehat yang dapat menyinari kalbu, ditiru tindakan yang dapat memperbaiki perilaku.
Pak Kiyai dan Ibu Nyai ..., Pak Guru dan Pak Dosen ..., Bu Guru dan Ibu Dosen ..., Pak Hajji dan Ibu Hajjah ..., Pak Ustadz dan Ustadzah ..., Pejabat dan segenap aparat ..., Perampok dan Penjahat ...., Penjambret dan Pencopet ..., Pencuri dan Penipu ..., Pengemis dan Pengais ..., Peminum dan Pemabuk ..., Pecandu Narkoba dan Narkotika ..., Bapak-bapak berhidung belang dan gadis-gadis berlabelkan WTS ..., mulai dari ... aaaaa....... sampai dengan ... zzzzzz.... Mereka adalah guru-guruku. Oleh karena itu, katakanlah : "Guruku bukan hanya satu, melainkan lebih dari seribu ..."
Burung gagak pada jaman Nabi Adam a.s. ..., burung merpati pada jaman Nabi Ibrahim a.s. ..., burung hud-hud pada jaman Nabi Sulaiman a.s. ..., sang keledai pada jaman (Nabi) Uzaer a.s. ..., Qithmir penjaga setia pintu gua Ash-Habul Kahfi ..., Laba-laba penganyam sarang di pintu gua Tsur... tempat sembunyi Nabi Muahmmad saw. dan Abu Bakar Shiddiq r.a. .., Dan hewan-hewan yang berada di darat dan di lautan ..., seluruh binatang dari ... aaaa ... sampai dengan ... zzzz .., mereka adalah termasuk guru-guruku. Oleh karena itu, katakanlah : "Guruku bukan hanya satu, melainkan lebih dari seribu ..."
Menangis dan bersedih ...., resah dan gelisah ...., suka dan duka ...., senang dan bahagia ..., tersenyum dan tertawa ..., derita dan sengsara .... Pengalaman-pengalamanku yang pernah kualami, sejak dari ... aaaaa ..... sampai dengan .... zzzzz ....... Semuanya adalah guru-guru terbaikku. Oleh karena itu, camkanlah di dalam kalbu, dan katakan : "Guruku bukan hanya satu, melainkan lebih dari seribu ..."
Bila Pak Kyai dan Ibu Nyai berkata : "Beriman dan bertakwalah kepada Allah ..., Kerjakanlah segala perintah-Nya dan jauhilah segala larangan-Nya ....!", maka aku akan menjawab : "Insya Allah ..., do'akanlah diriku semoga aku menjadi orang yang beriman dan bertakwa..." Bila Bapak guru dan Ibu guru berkata : "Berbaktilah kepada kedua orang tuamu ..., hormatilah keduanya selagi kau mampu ...!", maka aku akan menjawab : "Insya Allah ..., do'akanlah diriku semoga aku menjadi anak yang sholeh ....". Dan jika Pak Haji dan Bu Hajjah berkata : "Mulyakanlah tentangga dekat dan tetangga jauhmu, dan mulyakan pula tamu yang bersilaturrahim ke rumahmu ...!", maka aku akan menjawab : "Insya Allah ..., doakanlah diriku semoga aku termasuk orang-orang yang senantiasa memulyakan tetangga dan seluruh orang-orang yang bersilaturahim ke rumahku ..." Dan jika paka guru, ibu guru, pak dosen dan ibu dosen berkata : "Jadilah kau warga negara yang baik ...!", maka aku pun akan menjawab dengan penuh ihlas : "Insya Allah ..., doakanlah diriku semoga aku menjadi warga negara yang baik, bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa ..." Oleh karena itu, katakanlah : "Guruku bukan hanya satu, melainkan lebih dari seribut ..."
Bila penjahat, perampok, pencopet, pencuri, mucikari, pengemis, peminum, pemain, pemabuk, dan lain-lain yang sederajat, berkata kepadaku : "Jika kau ingin selamat di dunia dan akhirat, janganlah kau meniru gaya hidup kami, dan jangan pula mengikuti jejak langkah kami ..., !", maka aku akan menjawab : "Insya Allah ..., doakanlah diriku semoga aku tidak seperti kamu sekalian ..." Dan jika mereka berkata : "Ikutlilah gaya hidupku dan jejak langkahku ....!", maka aku akan menjawab : "Insya Allah ..., tapi tunggulah sampai aku mati ..." Oleh karena itu, janganlah kau ragu, percayalah padaku, dan katakan dengan sungguh-sungguh : "Guruku bukan hanya satu, melainkan lebih dari seribu ..."
(Bersambung)