Minggu, 09 Agustus 2009

ANALOGI CINTA 1

Seorang teman pernah mengusulkan kepada saya supaya situs Ki Bandos Nyantri diganti dengan nama Jalinan Cinta atau Jalinan Asmara. Alasannya karena sejak pertama kali aktif sampai hari ini, artikel-artikelnya lebih banyak bicara masalah cinta. Mulai dari artikel Dokter THT 1 sampai dengan artikel yang terakhir, yaitu Kusebut Namamu. Usulan ini termasuk usulan yang sangat bagus, karena dapat menggugah hati saya untuk menulis sebuah artikel di bawah judul ANALOGI CINTA. Di mana judul ini sebelumnya sama sekali tidak pernah terbayangkan dan tidak pula terpikirkan. Di samping itu, saya juga tidak pernah merencanakan untuk menerangkan masalah cinta, definisi cinta, pengertian cinta, hikmah atau manfaat dari sebuah cinta, karena saya bukan orang yang ahli dalam bidang itu. Akan tetapi karena ada usulan dari temanku tadi (meskipun yang sebenarnya bukan dimaksudkan untuk menyuruh menulis artikel yang berkaitan dengan masalah cinta), namun karena masalah cinta ini penting untuk dibacarakan, maka saya akan mencoba untuk menguraikannya sesuai dengan pemahaman yang ada pada diri saya. Apa saja manfaat dan hikmah dari sebuah cinta yang dimiliki oleh seseorang dan apa akibatnya bila seseorang di dalam hatinya tidak ada rasa cinta atau benih-benih cinta?. Kemudian, di bagian akhir artikel ini akan diketengahkan beberapa ayat-ayat Al Qur’an sebagai bahan renungan, dengan harapan semoga kita dapat mengerti betapa pentingnya sebuah cinta sebagai bekal utama dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini.

Di dalam kitab Hikayah Al-Alamiyyah diterangkan bahwa cinta itu ada empat macam, yaitu : Pertama,. cinta kepada Allah Azza Wa Jalla, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kedua, cinta kepada seorang isteri atau suami. Ketiga, cinta kepada anak keturunan, cucu, buyut dan seterusnya. Dan yang terakhir atau yang Keempat, ialah cinta kepada sanak saudara, sanak keluarga, kerabat, teman atau sahabat karib lainnya. (Saya pernah membaca kitab ini sekitar 4 tahun yang lalu di rumah seorang teman. Oleh karena itu bila ada kekeliruan di dalam menyebut judul atau nama kitab dan mengenai macam-macam cinta, saya minta maaf lahir dan bathin. Terima kasih.)

Cinta terhadap seorang isteri atau suami, akan dapat mendatangkan kebahagiaan baik lahiriyah maupun bathiniyah. Kebahagiaan lahiriyah, misalnya pada waktu berjalan bersama  atau sedang duduk bersanding  berduaan dan bersenda gurau di depan beranda rumah. Sedangkan kebahagiaan bathiniiyah ialah kebahagiaan ketika berada di tempat tidur, yaitu pada saat melakukan hubungan titik-titik. Di mana kebahagiaan ini adalah merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidup di dunia. Namun, kebahagiaan dari seorang isteri atau suami ini hanya bersifat sementara yaitu pada saat ia masih hidup bersama dalam sebuah ikatan rumah tangga. Sedangkan bila salah satunya telah meninggal dunia atau bercerai misalnya, maka kebahagiaan yang pernah dialaminya itu seakan-akan tak pernah ada. Adapun cinta terhadap sanak saudara hanya akan memberikan kebahagiaan lahiriyah saja. Sehingga betatapun kita cinta dan sayangnya kepada mereka, mereka tidak mungkin dapat memberikan kebahagiaan bathiniyah sebagaimana kebahagiaan bathiniyyah yang diperoleh dari seorang isteri atau suami yang saling mencintai dan menyayangi. Begitu juga cinta terhadap anak keturunan, kerabat, sahabat atau pun teman dekat lainnya. Maka untuk memperoleh kebahagiaan lahiriyah dan bathiniyah yang kekal abadi adalah kita wajib beriman dan bertakwa serta cinta kepada Allah Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih, Pencipta alam semesta.

Dari sekelumit uraian tersebut dapat diketahui bahwa cinta yang dimiliki oleh seseorang akan dapat menghantarkan dirinya ke sebuah kehidupan yang penuh kebahagiaan baik lahiriyah maupun bathiniyah, baik yang bersifat sementara maupun yang bersifat kekal abadi. .Dan dapat pula dimengerti bahwa cinta memiliki peranan yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini. Dengan bermodalkan cinta setulus hati, banyak sekali orang-orang yang dapat menjalin hubungan cinta sejati, dan terikat dalam sebuah ikatan mulia nan suci, yang disebut ikatan sebagai suami isteri, kemudian melahirkan anak keturunan yang banyak sekali, memenuhi alam dunia ini. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa cinta adalah merupakan kelangsungan hidup bagi manusia. Sebab, bila tanpa didasari dengan rasa cinta walau hanya sebesar biji sawi misalnya, niscaya manusia tidak akan mungkin mau bersedia untuk hidup bersama, berduaan, hidup seia sekata dalam mahligai rumah tangga. Sehingga, tak mungkin pula seorang perempuan dapat melahirkan seorang anak, bila dirinya tidak pernah melakukan hubungan titik-titik dengan seorang lelaki. Bila seorang wanita tidak melahirkan seorang anak pun jua, maka tentu dunia ini akan menjadi ruangan maha luas tapi hampa dan sepi karena tidak ada manusia. Dengan demikian, sekali lagi saya katakan bahwa cinta adalah merupakan kelangsungan hidup bagi ummat manusia.

Dan dengan rasa cinta yang dimilikinya, banyak sekali di antara saudara-saudara kita yang berjuang mempertaruhkan jiwa dan ragannya serta harta bendanya semata-mata demi membela agama, nusa dan bangsanya, sehingga lahirlah bunga-bunga bangsa yang disebut pahlawan nasional. Dengan demikian tidaklah berlebihan bila saya mengatakan bahwa cinta adalah merupakan sumber kekuatan dan perjuangan untuk memerangi kejahatan dan penjajahan di muka bumi ini, khususnya Negara Republik Indonesia yang kita cintai ini. Bila tidak ada seorang pun yang memiliki rasa cinta terhadap negera, agama, nusa dan bangsanya, niscaya kehidupan kita saat ini berada di bawah kaki-kaki penjajah yang tak berperikemanusiaan, yang kekejamannya sangat menyakitkan hati orang-orang yang tak berdosa. Tapi, dengan berkat perjuangan mereka, jadilah bangsa dan negara kita sebagai bangsa dan Negara yang merdeka. Dan kita pun dapat hidup tenteram, aman dan bahagia di dalamnya.

Serta dengan rasa cinta pula, tidak sedikit di antara saudara-saudara kita yang menyingsingkan lengan bajunya untuk mempelajari dan memperdalam berbagai macam cabang ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum, sehingga lahirlah lentera-lentera bangsa yang disebut ulama, kiyai, ustadz dan atau sarjana, guru, dosen dan sebagainya. Dari merekalah kita mengerti tentang huruf-huruf hijaiyah, huhurf-huruf abjad, a-i-u-e-o, dan dari mereka pula-lah kita dapat membedakan barang yang halal dari yang haram. Dan dapat pula membedakan yang baik dari yang buruk. Apabila tidak ada seorang pun yang mempelajari dan memperdalam ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan uimum, niscaya hidup kita saat ini berada dalam kegelapan dan bergelimang dalam kesesatan penuh kenistaan. Dalam filsafat islam dikatakan bahwa apabila tanpa ilmu niscaya manusia itu seperti binatang. Dengan demikian, dapatlah kita katakan bahwa cinta adalah merupakan sumber ilmu pengetahuan.

Di samping itu, cinta juga dapat berguna sebagai obat yang paling mujarab bagi orang-orang yang masih hidup sendirian, karena belum punya pacar, alias masih ngejomblo, di mana hati mereka selalu diselimuti oleh rasa kesepian yang mendalam, rasa kebosanan hidup, jemu, kebekuan hati dan sebagainya Tapi, dengan bercinta hati mereka menjadi senang gembira. semangat hidup pun semakin menigkat, dan bekerja pun bertambah giat, karena selalu di dampingi oleh sang kekasih yang semakin hari bertambah lengket. Meskipun berjauhan misalnya, tetapi hati mereka tetaplah berdekatan karena adanya rasa cinta dan kasih sayang. Dengan demikian, dapatlah kita sebut bahwa cinta adalah sebagai obat kesepian., sebagai obat kejemuan, obat kebekuan, dan sebgai obat kebosanan hidup di alam dunia ini. Oleh karena itu, bagi mereka yang belum punya kekasih, hendaklah segera mencari sang kekasih, supaya hidup mereka lebih berarti dan berguna.

Namun demikian, tidak selamanya bahwa cinta itu dapat mengantarkan seseorang ke taman kebahagian dan kesenangan, melainkan ada juga cinta yang melemparkan si pemilik cinta ke jurang penderitaan dan kenistaan serta kesengsaraan. Sehingga banyak sekali di antara mereka yang bermain cinta itu berputus asa pada saat putus cinta, bahkan tidak sedikit di antara mereka yang mati bunuh diri, gantung diri, minum racun serangga dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, alangkah baiknya jika gadis-gadis dan pemuda-pemuda serta ibu-ibu rumah tangga maupun bapak-bapak yang sudah berkeluarga, mengetahui dan mengerti tentang cinta, makna cinta, dari mana ia (cinta) datang, dan bagaimana cara menghadapi permasalahan cinta, bagaimana pula caranya supaya dapat merasakan manisnya cinta, siapa yang lebih berhak untuk dicintai dan di sayangi. serta apa saja yang harus dihindari agar cinta yang telah bersemi itu tidak cepat layu, melainkan supaya tetap tumbuh dan berkembang hingga kita dapat menikmati manisnya cinta.. Dengan mengetahui hal-hal tersebut, Insya Allah, hati kita akan menjadi tenang, jiwa kita pun akan memiliki kekuatan ketika menghadapi kenyataan pahitnya cinta, sehingga kita tidak mudah mengkambing-hitamkan orang lain, apalagi menyalahkannya, dan terutama sekali tidak mudah putus asa. Karena sifat putus asa ini adalah termasuk salah satu sifat yang sangat dibenci oleh Sang Maha Pencipta.

Sebenarnya untuk menerangkan masalah cinta itu bukan hal yang mudah, melainkan sangat sulit. Karena, makhluk yang bernama cinta itu tidak pernah kelihatan, tidak kasat mata. Entah warnanya seperti apa, tidak ada yang tahu. Begitu juga bentuknya, apakah bulat, lonjong atau segitiga, tidak ada yang berani memastikan, termasuk saya sendiri. Oleh karena itu cinta tidak bisa direkayasa atau diproduksi, dan juga tidak bisa diperjual-belikan, kecuali oleh mereka yang mata duitan. Tetapi anehnya, semua orang pernah merasakan kehadirannya, bahkan mereka sangat senang sekali bila cinta mereka bersemi.

Dari kata “bersemi” inilah kita mulai berdiskusi tentang makhluk yang bernama cinta itu. Kata “bersemi” semakna dengan kata tumbuh, di mana kata “tumbuh” ini sebenarnya hanya berlaku untuk makhluk hidup, misalnya tanam-tanaman atau tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia, tapi dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah “bila cinta bersemi …”, dan sebagainya, yang berarti semua orang telah sepakat bahwa cinta itu seakan-akan termasuk makhluk hidup, meskipun sebenarnya tidak termasuk makhluk hidup. Oleh karena itu, mari kita analogikan makhluk yang bernama cinta ini dengan tumbuh-tumbuhan atau tanam-tanaman, supaya kita memperoleh sebuah gambaran tentang cinta, kemudian menjaga dan memeliharanya sepanjang hayat di kandung badan.

Untuk melengkapi peng-analogi-an, mari kita perhatikan pantun berikut ini :
Dari mana datangnya lintah,
dari sawah turun ke kali.
Dari mana datangnya cinta,
dari mata turun ke hati,

dan sebuah peribahasa : “Bila cinta sudah melekat, kotoran kuda terasa seperti coklat”.

Dari sini kita sudah memperoleh sebuah gambaran tentang asal-usul datangnya cinta, yaitu dari mata turun ke hati, kemudian diperjelas dengan sebuah peribahasa bahwa cinta itu melekat , yaitu melekat di dalam hati.

Analogi 1 : Cinta Yang Kita Miliki
Cinta = tanaman
Hati = media tanam/tanah
Kita = Petani

Segumpal hati adalah laksana sebidang tanah, benih-benih cinta adalah laksana benih tanaman. Hadup dan matinya tanaman, tergantung pada tanah tempat ia di tanam. Bila tanahnya subur, maka tanamannya pun akan hidup subur pula. Bila tanahnya gersang, kering, tercemar, maka tanamannya pun akan hidup merana, lambat laun akan menjadi layu dan kemudian mati ditelan masa. Demikian pula benih-benih cinta yang berada di dalam hati kita. Bila hati kita lemah lembut, maka benih-benih cinta kita pun akan bersemi, tumbuh dan berkembang dengan subur, sehingga kita akan dapat merasakan segala sesuatunya menyenangkan hati sanubari. Sebaliknya, bila hati kita kasar, keras, kaku, maka cepat atau lambat rasa cinta yang kita miliki akan sirna sepanjang masa, sehingga segala sesuatunya, baik yang terlihat maupun yang terdengar, akan terasa menyesakkan dada, karena hati kita tak suka padanya. Na’udzu billahi min dzaalik.

Lantas, bila tanamannya mati, siapa yang harus bertanggung jawab dan siapa pula yang menderita kerugian? Jawabannya : Pak Tani. Bila cinta kita sirna, siapa yang harus bertanggung jawab dan siapa pula yang menanggung resiko? Jawabannya : Kita sendiri. Berarti, kita sama sekali tidak dibenarkan mengkambing-hitamkan orang lain, apalagi menyalahkannya. Hal ini penting sekali untuk dimengerti dan diketahui serta dipahami oleh setiap orang, karena segala sesuatu terlihat indah atau pun tidaknya, sangat bergantung pada pandangan mata kita sendiri, bukan berasal dari pandangan mata orang lain. Di mana dengan melihat sesuatu yang indah itulah, hati kita akan merasa senang dan gembira, terhibur karenanya. Bila yang kita lihat adalah seorang gadis cantik rupawan misalnya, maka hati kita pun akan menjadi terpikat, merasa senang dan gembira serta bahagia, sehingga kita tak bosan-bosan menatap dan memandang kecantikannya, bahkan sangat mungkin hati kita akan jatuh cinta setengah mati, dan merindukannya sepanjang hari, padahal kita belum tahu apakah dia itu cinta pada kita, atau mungkin sebaliknya, benci misalnya. Tapi mengapa hati kita jatuh cinta padanya? Karena di dalam hati kita telah tertanam benih-benih cinta yang kemudian bersemi pada saat pandangan mata kita melihat sesuatu yang menyenangkan hati. Perumpamaannya adalah seperti benih-benih tanaman yang telah tertanam kemudian bersemi pada saat musim hujan tiba.

Dengan demikian, dapatlah diketahui bahwa rasa cinta, rindu, kasih sayang dan sebagainya, yang kita rasakan, itu adalah berasal dan bermula dari hati sanubari kita sendiri. Sehingga kita tidak mungkin jatuh cinta pada seseorang bila di dalam hati kita tidak ada benih-benih cinta. Hal ini dapat kita ketahui dari seseorang yang sangat kita cintai dan kita rindukan, tetapi orang yang kita cintai itu sama sekali tidak mencintai diri kita, malah sangat benci pada kita. Mengapa? Karena di dalam hati orang yang kita cintai itu tidak ada benih-benih cinta untuk kita. Atau sebaliknya, ketika ada seseorang yang sangat mencintai dan menyangi diri kita, sementara kita sendiri sedikit pun tidak ada rasa cinta padanya. Maka apakah kita akan merindukan dia? Tentu tidak akan rindu sama sekali. Jadi, dicintai belum tentu menyenangkan hati, dibenci belum tentu menyakitkan hati, karena semuanya masih bergantung pada situasi dan kondisi.
(Bersambung ke : ANALOGI CINTA 2)

Tidak ada komentar: