Sabtu, 15 Agustus 2009

Dokter THT 3

Dalam filsafat Aksiologi disebutkan bahwa salah satu syarat utama untuk bisa “jejer” adalah “jujur”, karena hanya dengan ke-jujur-an itulah sebuah ikatan atau hubungan akan terjalin erat dan harmonis serta langgeng. Terjalin erat, karena saling pengertian. Harmonis, karena saling harga menghargai dan saling hormat menghormati. Langgeng, karena saling memelihara segala sesuatu yang membawa kemasalahatan bagi keduanya, dan saling menghindari dari segala hal yang menyebabkan retaknya sebuah ikatan, hubungan atau jalinan. Sehingga bilamana ada salah satu pihak yang tidak memiliki sifat “jujur”, maka “jejer” tidak mungkin akan terwujud, kecuali sementara. Bila dipaksakan, maka dapat dipastikan akan timbul banyak masalah, bahkan tidaklah mustahil bila di kemudian hari akan menimbulkan banyak kerugian dan kehancuran di kedua belah pihak, baik moral maupun materiil. Oleh karena itu, hendaklah sifat "jujur" ini dijunjung tinggi, dan di tanamkan ke lubuk hati kita masing-masing, supaya kita dapat bergaul, bersahabat atau berteman dengan erat, harmonis dan langgeng, saling hormat menghormati, harga menghargai, baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat maupun dalam berbangsa dan bernegera.

Dan hendaklah diketahui dan dipahami bahwa kata “jujur” di sini bukan hanya sekedar bertutur kata apa adanya, melainkan lebih dari itu, karena kata tersebut mengandung makna yang sangat luas dan oleh karenanya harus dipahami secara luas pula. Di antaranya adalah jujur menilai diri sendiri dan jujur pula dalam menilai orang lain. Dengan kejujuran dalam menilai diri sendiri, maka kita akan menyadari dan mengetahui segala kekurangan dan kelebihan, kelemahan dan kekuatan yang ada pada diri kita. Demikian pula ketika kita menilai orang lain, bilamana kita menilainya secara jujur, maka tentulah kita pun akan mengetahui kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan yang mereka miliki.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, sebagai pengantar berkenaan dengan kejujuran Ki Bandos dalam memberikan penilaian terhadap surat kekasihnya, Yayah Holiyah, sebagaimana secara khusus sudah saya jelaskan dalam sebuah artikel dengan judul “Surat Yayah Holiyah”, padahal yang sebenarnya Ki Bandos sendiri sedang ngambek pada kekasihnya itu, karena Yayah Holiyah pernah memanggil dirinya dengan panggilan : “Hai .., budeg …!”, sebuah panggilan yang sangat tidak disukai oleh Ki Bandos, karena dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maklum, Ki Bandos adalah seorang pemuda santri yang serba miskin, miskin ilmu, miskin harta dan miskin rupa, sehingga mudah sekali tersinggung. Adapun kelebihan yang terdapat pada diri Ki Bandos adalah bahwa dia dapat memahami apapun yang diucapkan oleh Yayah Holiyah, sehingga Yayah Holiyah sangat mencintai dan menyayanginya. Untuk selanjutnya mari kita dengarkan dan kita simak kisahnya berikut ini. Silahkan Ki Bandos …!

Yaa ..., Terimkasih Om Syekh …!
Tidak ada kebahagiaan yang dapat dirasakan oleh setiap orang yang sedang memadu asmara, selain kebahagiaan pada saat membaca surat cinta dari seorang kekasih yang tercinta dan tersayang. Sehingga dalam bahasa bercinta seringkali terdengar kata-kata atau ucapan "ku-eja huruf demi huruf", "ku-baca kata demi kata", dan "ku-resapi kalimat demi kalimat", dst. Semua itu terjadi karena terlalu gembira dan senang membaca surat seorang kekasih. Demikian pula dengan diriku, aku sangat bahagia, tidak ada duanya, sehingga kebahagiaan hatiku itu tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Apalagi isi suratnya juga sempat bikin pusing kepalaku, pusing tujuh keliling, karena sulit dimengerti, aku betul-betul harus berpikir extra hati-hati, dengan mengeluarkan segala kemampuanku supaya bisa memahami isi surat Yayah Holiyah tersebut. Namun, setelah aku dapat memahami isi kandungannya, ternyata asyik juga, hatikupun bahagia sekali, bahkan aku ingin segera bertemu dengan Yayah Holiyah untuk melepas rasa rindu, setelah lama tidak bertemu, karena lebih dari satu minggu aku berpisah dengannya, gara-gara ucapannya yang menyinggung perasaan hatiku, dimana dia pernah memanggil diriku dengan ucapan "hai budeg ...!", yaitu pada saat menyaksikan acara ulang tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di kota Cilegon Serang Banten. (Angkatakan Bersenjata Republik Indonesia = ABRI, sekarang diganti TNI).

Surat Yayah Holiyah berbeda dengan surat-surat yang ditulis oleh orang lain pada umumnya. Perbedaan itu terletak pada format suratnya. Jika aku menulis surat maka yang pertama kusebut adalah nama orang yang dituju misalnya, "Kepada Yth : Yayah Holiyah di Tempat", atau "Untuk kekasihku Yayah Holiyah di Tempat", kemudian salam "Assalamu'alaikum Wr. Wb. .." atau "Dengan Hormat", dan sebagainya. Tetapi bagi Yayah Holiyah tidaklah demikian. Dia mengucapkan salam terlebih dahulu kemudian berkata : “Dari Yayah Holiyah, untuk kekasih Yayah Holiyah”.

Itulah awal kata dari surat Yayah Holiyah yang diberikan kepadaku. Aku merasa bahwa surat ini adalah merupakan sebuah surat yang luar biasa dan mengandung makna yang sangat dalam serta sangat mengesankan bagi diriku, karena selama aku berpacaran, baru kali ini membaca surat yang dimulai dengan menyebut nama pengirimnya. Selain itu, surat ini adalah merupakan surat pertama yang kuterima semenjak Aku menjalin hubungan cinta dengan Yayah Holiyah. Sehingga ketika aku membaca kalimat “Dari Yayah Holiyah …”, terbayanglah di dalam pikiranku seakan-akan dia berada di depan mata, duduk bersanding di sisiku dan mengajak diriku untuk berbicara dari hati ke hati, dan seakan-akan dia berkata : “Bila AA masih bersedia mendengarkan ucapan Yayah, silahkah surat ini dibaca sampai selesai, sebaliknya jika AA tidak berkenan, maka cukuplah sampai di sini … dan silahkan surat ini ditutup kembali …!”, tanpa terasa hatikupun berkata “Masya Allah …”, sebagai ungkapan kekagumanku terhadap kepiawian Yayah Holiyah di dalam menarik perhatian hatiku. Apalagi di dalam kalimat itu juga ditegaskan bahwa orang yang diajak bicara adalah diriku sebagai kekasihnya, dengan mengatakan “ …. untuk kekasih Yayah Holiayh”, maka ketika aku sedang memperhatikan kalimat itu akupun berkata di dalam hati “Masya Allah …, masya Allah …, sungguh dia adalah seorang gadis yang memiliki pengertian yang sangat dalam”.

Aku berkata demikian karena setelah kuperhatikan dengan seksama ternyata kalimat tersebut terdiri atas tujuh kata. Di mana bilangan angka tujuh (7) ini mengandung banyak makna, sehingga akupun tidak bisa memastikan makna mana yang dimaksudkan oleh Yayah Holiyyah, aku sama sekali tidak mengerti dan tidak tahu, kecuali hanya mengira-ngira, menerka-nerka dan membuat catatan untuk dapat mengetahui secara pasti terhadap apa yang diisyaratkan oleh Yayah Holiyah dalam perkataannya itu. Namun, sia-sia belaka karena Aku sama sekali tidak bisa menemukan makna yang sebenarnya atau tidak bisa mengambil kesimpulan apa-apa. Dari beberapa catatanku itu terdapat banyak kemungkinan, yaitu : Tujuh bacaan yang dibaca berulang-ulang pada waktu menunaikan ibadah sembahyang, yaitu surat Al-Faatihah. Tujuh ayat, yaitu ayat-ayat dalam surat Al-Fatihah. Tujuh surat yang terpanjang dalam al-Quran yaitu, surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisa, Al Maidah, Al-An’am, Al-A’raf, At-Taubah. Tujuh macam bacaan al-qur’an, yang disebut qira’at sab’ah. Tujuh huruf (bahasa) al-Qur’an. Tujuh lapis bumi dan Tujuh lapis langit. Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesunguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (Qs. Ath-Thalaq: 12). Tujuh macam syurga, yaitu Jannatul Firdaus, Jannatun Na’iim, Jannatul Ma-wa, dll. Tujuh macam neraka, yaitu: neraka Jahannam, neraka Jahim, neraka Khuthomah, neraka Lazho, neraka Hawiyah, neraka Sa’ir, dan neraka Saqar. Tujuh pintu syurga (laha sab’atu abwab). Tujuh pintu neraka (laha sab’atu abwab). Tujuh anggota tubuh manusia, yaitu dua belah kaki, dua belah tangan, dua belah lutut, dan satu wajah atau muka. Dua belah kaki untuk berhidmah kepada Allah, dua belah tangan untuk berdo’a kepada-Nya, dua belah lutut untuk duduk dalam sholat, satu wajah untuk bersujud kepada-Nya. Tujuh masa kehidupan manusia, yaitu ar-Radlii' (masa menyusu), Fathim (masa disapih), Al-Ghulam (masa kanak-kanak), Ash-Shabiy (masa remaja), Syabun (masa muda), Kahlun (masa dewasa) dan Syaikhun (masa tua). Tujuh kata/kalimat dalam kalimat thoyyibh, yaitu : Laa Ilaaha Illa Allaah Muhammadur-Rasul Allah (Tidak ada Tuhan selain Allah, Nabi Muhammad adalah utusan Allah). Tujuh Nabi dan Rasul Allah yang paling mulia. Tujuh hari dalam satu minggu, yaitu Sabtu, Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis dan Jum’at. Tujuh masa penciptaan langit dan bumi, Tujuh macam lubang pada manusia, yaitu dua lubang telinga, dua lubang hidung, satu lubang mulut, satu lubang depan dan satu lubang belakang. Tujuh lautan, sab’atu abhurin : "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (Qs. Luqman: 27). Tujuh macam bulu/rambut manusia, yaitu rambut kepala, kumis, jenggot, bulu alis, bulu mata, bulu ketek, dan bulu itu tuh ....., di mana bulu-bulu tersebut masing-masing memiliki fungsi tersendiri. Tujuh bulir atau tujuh tangkai, yang disebut sab’a sanaabil, sebagai perumpamaan pahala yang akan diterima oleh orang-orang yang menafkahkan hartanya pada jalan Allah, di mana mereka akan memperoleh pahala berlipat ganda. Tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk di makan oleh Tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus, Tujuh bulir gandum yang hijau dan Tujuh bulir gamdum yang kering, sebagaimana yang dilihat dalam mimpi oleh seorang Raja Mesir. Tujuh tahun masa panen/subur yang terjadi pada jaman Nabi Yusuf a.s. Tujuh tahun masa kemarau panjang/paceklik juga yang pernah terjadi pada jaman Nabi Yusuf a.s. Tujuh orang pemuda beriman ash-Habul Kahfi, yang ditidurkan oleh Allah di dalam gua selama 309 tahun. Tujuh peristiwa besar yang akan terjadi pada hari kiamat. Tujuh macam hewan atau binatang bersejarah, yaitu : Burung Merpati yang pernah disembelih oleh Nabi Ibrahim a.s. kemudian atas kekuasaan Allah, burung tersebut hidup kembali; Burung Hud-hud yang menjadi juru pengantar surat Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis; Laba-laba penganyam sarang di depan pintu Gua Tsur pada saat Nabi Saw. dan Abu Bakar Shiddiq r.a. berada di dalamnya; Himar teman setia hamba Allah yang bernama Uzeir; Semut, yang pernah terdengar percakapannya oleh Nabi Sulaiman; Qithmir penjaga pintu gua Ash-Habul Kahfi; dan Rayap yang memakan tongkat Nabi Sulaiman a.s. (Bersambung)

Tidak ada komentar: